AAS Foundation Hadirkan Senyum dengan Berbagi

By Admin


Oleh : Yarifai Mappeaty

SETIBA di Jalan Urip Sumohrajo, depan kantor PT. United Tractors, saya meminta driver menurunkanku. Kendati sebenarnya tujuanku ada di seberang jalan, Coffee Lovers, untuk memenuhi undangan teman berbuka puasa. 

Di bawah sebuah pohon, tampak seorang perempuan paruh baya berteduh dari matahari senja, sembari menenteng kantong plastik putih bertuliskan AAS Foundation di tangannya. Karena tertarik pada tentengan itu, saya pun mencoba mendekatinya, seolah hendak juga ikut berteduh. 

“Bu, apa itu?” tanyaku kemudian setelah di dekatnya.

“Bingkisan lebaran, pak, dikasih orang di dalam,” jawabnya sambil menunjuk ke seberang, ke arah AAS Building.

“Apa isinya?”

“Ada gula, minyak goreng, mentega, susu, bumbu masak. Macam-macam, pak. Pokoknya, cukup untuk dipakai lebaran,” tuturnya dengan gembira.

Saya lantas mencoba menerka-nerka nilai isi tentengan itu. Kira-kira tak kurang dari 100 ribu rupiah.

“Syukurlah, ibu bisa memasak saat lebaran nanti. Sedangkan yang lain, mungkin tidak seberuntung ibu.” 

“Tentu, pak. Tapi kalau semua orang kaya sama seperti puang itu, mungkin kehidupan orang kecil seperti kami bisa terbantu,” sambungnya lirih. 

Meski tak menjelaskan siapa sosok yang dia sebut “puang”, tetapi saya dapat memastikan kalau sosok itu adalah Andi Amran Sulaiman (AAS), sang pendiri AAS Foundation.

Tak lama berselang, saya kemudian meninggalkan ibu itu dan menyeberang. Namun kalimatnya yang terakhir membuatku berpikir. Jika saja ada semacam baitul mal yang dipercaya oleh ummat untuk mengumpulkan dan mengelola zakat, infaq dan sadaqah, seperti di masa Rasululllah dan para sahabat, mungkin upaya-upaya pengentasan kemiskinan di negeri ini dapat berjalan lebih baik dan efektif. 

Tetapi, bukankah sudah ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)? Itu dia masalahnya. Sejauh ini, masyarakat muslim sendiri tampaknya belum juga percaya sepenuhnya pada lembaga itu. Terbukti, masih banyak ummat Islam tetap memilih mengelola sendiri zakat, infaq, dan sadaqahnya. Andi Amran Sulaiman, misalnya, mendirikan AAS Foundation untuk mengelola zakat, infaq, dan sadaqah pribadi dan keluarganya.

Sesampainya di seberang jalan, karena masih cukup waktu, saya tidak langsung ke tujuan, tapi mampir dulu di AAS Building, bermaksud menemui Rezky Mulyadi, Direktur Andi Amran Sulaiman (AAS) Foundation. Eky, begitu ia dipanggil, adalah sosok yang dipercaya oleh AAS untuk mengelola zakat, infaq, dan sadaqah keluarganya, dan mungkin juga dana CSR perusahaannya.

Mengapa orang seperti AAS condong memilih mengelola infaq dan sadaqahnya melalui sebuah yayasan yang didirikannya sendiri? Menurut Eky, itu lebih pada masalah efisiensi dan efektifitas saja. Dengan mengelola sendiri, maka sasaran penerima manfaat dapat dipastikan secara lebih meyakinkan. Itu sebabnya, mulai dari pengumpulan data penerima manfaat, distribusi bantuan, hingga monitoring dan evaluasi, semua dilakukan Eky secara detil dan saksama.

Apakah dengan begitu, AAS Foundation tidak lagi membutuhkan kerja sama dengan pihak lain? 

“Bukan begitu. Kerja sama dengan pihak lain tetap saja kita perlukan. Sebab tidak mungkin semuanya kami kerjakan sendiri. Bayangkan, bingkisan ini saja jumlahnya 10.000 ribu paket. Lantas, bagaimana kami mendistribusikannya sendirian? Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih kalau Seblak Naga juga mau ikut membantu mendistribusikan bingkisan ini,” Urai Eky sembari menawariku.

Seblak Naga adalah nama kedai makan punya isteriku. Lebih dari setahun terakhir, Seblak Naga mengelola donasi jumat berkah yang di-develope oleh sahabat Salahuddin Alam Dettiro, seorang yang amat peduli pada masalah kehidupan sosial, serta juga piawai dalam hal fund rising. 

Menurut Eky, AAS Foundation tidak hanya membagi-bagikan bingkisan lebaran, tetapi juga melakukan program berbuka puasa bersama, nyaris setiap hari, dengan mengundang berbagai komunitas secara bergantian. Mulai dari panti asuhan, pondok tahfiz Qur’an, dhuafa, komunitas anak berkebutuhan khusus, hingga para muallaf, dan lainnya. Hebatnya, tak hanya sekadar berbuka, namun, setiap dari mereka, juga diberi santunan. 

AAS Foundation benar-benar hadir untuk berbagi. Kali ini, setidaknya telah menghadirkan senyum pada tidak kurang dari 10 ribu rumah tangga, melalui paket bingkisan lebaran.

Namun yang tak kalah unik adalah tradisi di mushollah AAS Foundation yang terletak di lantai 1 AAS Building. Setiap usai shalat tarwih, seseorang mengedarkan kardus yang berisi uang pecahan 10 ribu hingga 100 ribu rupiah. Lalu, kepada setiap jamaah diminta mengambil sampai 4 lembar. 

Jika ada jamaah beruntung mendapatkan 4 lembar pecahan 100 ribu rupiah, maka ia mengantongi 400 ribu rupiah untuk dibawa pulang. Mungkin itu dimaksudkan sebagai uang pengganti biaya transport, tetapi itulah salah satu cara unik AAS Foundation berbagi, yang tidak ditemukan di tempat lain. (*)

Makassar, 27 April 2022