Aktivis LGBT Pertanyakan Respon Pemerintah Peru setelah Kematian Pria Transgender di Indonesia

By Nad

nusakini.com - Internasional - Aktivis LGBT di Peru mengadakan protes pada hari Jumat (26/8) untuk mempertanyakan bagaimana pemerintah mereka menangani kematian seorang pria transgender Peru di Indonesia awal bulan ini yang ditahan di bandara setelah tiba untuk merayakan bulan madunya.

Rodrigo Ventosilla, seorang mahasiswa pascasarjana Peru di Universitas Harvard dan aktivis hak-hak transgender, meninggal di pulau wisata Bali karena "kegagalan tubuh" beberapa hari setelah ditahan karena dugaan kepemilikan ganja.

Kementerian luar negeri Peru mengeluarkan pernyataan minggu ini yang menyebut dugaan kepemilikan narkoba Ventosilla sebagai kejahatan serius di Indonesia dan bahwa transfobia tidak menjadi faktor dalam penangkapannya, tetapi tidak mengakui bahwa dia kemudian meninggal saat dalam tahanan.

"Kami menolak dan mengutuk pernyataan kementerian luar negeri," kata aktivis LGBT Luz Manriquez pada protes kecil di Lima.

Manriquez mengatakan pernyataan pemerintah itu bias karena mengadopsi posisi Indonesia dan tidak menuntut penyelidikan.

"Itu tidak memiliki empati karena tidak mengakui bahwa seorang warga Peru tewas di tangan polisi dari negara lain," tambah Manriquez.

Brenda Alvarez, seorang pengacara untuk keluarga Ventosilla, mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat bahwa kementerian luar negeri telah setuju untuk meminta maaf atas pernyataan itu dan meluncurkan penyelidikan.

Kementerian luar negeri Peru tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Alvarez menambahkan, belum ada tanggal pasti kapan jenazah Ventosilla akan tiba di Lima.

Polisi Indonesia mengatakan kepada Reuters minggu ini bahwa kasusnya ditutup dan tidak ada kekerasan yang terlibat dalam kematian Ventosilla.

"Bahkan jika Anda ditahan di negara lain, tidak nyata dan menyakitkan bahwa (pemerintah Peru) dapat meninggalkan Anda seperti ini," kata Arturo Davila, anggota Diversidades Trans Masculinas, organisasi hak trans yang didirikan Ventosilla tujuh tahun lalu di Peru. (Reuters/dd)