Bahari dan Bajo di Kaledupa

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial TP2PS, The Climate Leader)


nusakini.com - Wakatobi memang memesona. Beragam tradisi dan keunikan bisa ditemui. Salah satunya adalah suku Bajo. Pada 8 November 2020, aku bersama beberapa kawan dari Kementerian Hidup dan Lingkungan (KLHK), khususnya dari Balai Taman Nasional (BTN) Wakatobi dan Balai Pengelolaan DAS dan Lingkungan Hidup (BPDASHL) Sampara mendatangi kelompok suku Bajo di sekitar Pulau Kaledupa, tepatnya di Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Turut serta Kepala BTN Wakatobi, Darman, beserta Kepala Seksi Wilayah II BTN Wakatobi, La Fasa. Ada pula Kepala Seksi BPDASHL Sampara, Carles, beserta rekannya, Faisal Misran.

Dari Wanci, ibukota Wakatobi, yang terletak di Pulau Wangi-Wangi, kami menaiki speed boat berkapasitas 15 orang menuju Sama Bahari. Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam. Sama Bahari merupakan pulau tersendiri yang tidak terlalu luas. Pulau sekaligus desa ini merupakan tempat bernaungnya suku Bajo di Kaledupa.

Lazimnya suku Bajo di wilayah lain yang lekat dengan laut, Bajo di Desa Sama Bahari juga rekat dengan bahari. Mereka tidak terpisahkan dari laut. Bahkan saat membangun rumah-rumah sederhana di desa ini, tiang hunian ditancapkan pada batu-batu karang besar. Genangan air laut ada di bawah setiap rumah suku Bajo. Di bawah rumah, juga selalu ada sampan atau perahu kecil yang siap membawa orang-orang Bajo melaju kapan pun ke laut lepas -- baik untuk memancing, menjaring ikan ataupun sekedar menikmati senja di sekitar Pulau Sama Bahari.

Rekatnya Sama Bahari dengan laut berarti juga rekat dengan mangrove. Karenanya, desa ini terpilih sebagai salah satu desa di Kabupaten Wakatobi yang terlibat dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk penanaman mangrove. Luasan 35 ha di pesisir Sama Bahari telah ditanami mangrove oleh Kelompok Pada Kauang yang ada di desa ini. 

Ketua kelompok, Andra Syiain, memaparkan total 115.500 propagul (bibit mangrove dari buah mangrove yang bentuknya panjang menjuntai) telah ditanam di pesisir Langgira, yang merupakan bagian dari Desa Sama Bahari. Sebenarnya anggota kelompok dampingan Balai TN Wakatobi sejak 2006 ini hanya berjumlah 51 orang. Namun dalam penanaman mangrove ini yang terlibat nyata sekitar 150 orang, baik laki-laki maupun perempuan.

Informasi dari La Fasa, Kasi Wilayah II BTN Wakatobi, propagul diambil dari sekitar lokasi penanaman dan dari kawasan hutan mangrove lain di Kaledupa. Untuk mencari propagul, masyarakat menbutuhkan waktu setengah jam berperahu. "Bibit lokal biasanya pasti tumbuh karena cocok dengan ekosistem di sini. Mangrove banyak jenisnya. Maka sebaiknya dipilih jenis lokal," jelas La Fasa.

Keterangan La Fasa tersebut dibenarkan oleh sang ketua kelompok, Andi Syiain. Menurut lelaki berusia 43 tahun ini, penduduk desa, baik lelaki dan perempuan bekerja sama dalam mencari dan memilih, lalu menanam bibit lokal untuk program PEN mangrove ini. "Tidak boleh asal pilih. Musti yang bagus supaya nanti mangrovenya juga tumbuh bagus," tegasnya.

Kerjasama yang baik antara lelaki dan perempuan serta tua dan muda dalam menggerakkan program PEN penanaman mangrove kiranya sesuai dengan nama kelompok ini. Pada Kauang dalam bahasa Bajo berarti persatuan. Persatuan dan persaudaraan serta kekompakanlah yang mendasari kelancaran kerja kelompok dalam penanaman mangrove tersebut di wilayah yang lekat dengan laut ini.

Karena lekat dengan laut, tentu saja mangrove sangat berarti bagi kehidupan suku Bajo. Kesuburan mangrove merupakan hal yang niscaya dalam menjaga kelangsungan hidup ikan dan berbagai jenis hewan laut yang menjadi sumber mata pencaharian suku Bajo. Mangrove yang kokoh juga bermanfaat bagi desa untuk menjaga dari hempasan ombak tinggi dan abrasi. Ke depan, telah ada rencana penanaman mangrove mandiri sebanyak 20 ribu bibit untuk memastikan ekosistem mangrove bisa terjaga dengan baik di Sama Bahari.

Andi Syiain dan masyarakat lainnya juga telah bertekad melestarikan tradisi cinta mangrove dan alam sekitar kepada genarasi yang lebih muda. Karenanya Kelompok Pada Kauang sudah membentuk kelompok muda berusia 20 tahunan. Jumlah yang tergabung sekitar 40 orang. Mereka bertugas menjaga ekosistem mangrove di wilayahnya dari jamahan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Harapnya, mangrove akan terus terlestari hingga ke anak cucu.