BMKG: Hujan Berhenti Bukan Karena Pawang

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menanggapi ramainya Rara Istiani Wulandari alias Rara sebagai pawang hujan di ajang pagelaran MotoGP Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurutnya, itu hanya bagian dari kearifan lokal saja.
"Ya sebenarnya kalau dilihat pawang hujan itu adalah suatu kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Secara saintis itu sulit untuk dijelaskan," ujar Guswanto di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/3).
BMKG sendiri sudah memprediksi bahwa gelaran MotoGP Mandalika akan disertai hujan deras. Hal itu terjadi karena bibit siklon tropis 93f yang dampaknya itu memberikan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.
"Buktinya kan dari awal pawang itu udah bekerja, tapi kan tidak berhenti juga. Artinya itu, jadi sebenarnya kemarin waktu berhentinya (hujan), itu bukan karena pawang hujan, karena durasi waktunya sudah selesai," ujar Guswanto.
Hadirnya pawang hujan dalam proses terselenggaranya seri balap motor tertinggi itu disebutnya sekali lagi sebagai bentuk kearifan lokal. Hal itu tidak bisa dicampur adukan secara ilmiah.
"Kalau dilihat prakiraan lengkap di tanggal itu memang selesai di jam itu, kira-kira jam 16.15 itu udah selesai. Tinggal rintik-rintik itu bisa dilakukan balapan kalau dilihat dari prakiraan nasional analisis dampak yang kita miliki BMKG," ujar Guswanto.
"Sebenarnya kalau cerita tentang pawang hujan itu adalah kearifan lokal yang mereka miliki, dan itu tidak bisa dicampuradukkan dengan antara sains dan kearifan lokal," sambungnya.
Penggunaan pawang hujan saat berlangsungnya Moto GP di Sirkuit Mandalika menarik perhatian sejumlah media asing. Apalagi pawang hujan yang diketahui bernama Rara itu sampai berjalan ke area lintasan.
"A shaman ‘calmed’ the deluge so that the MotoGP race could be played," tulis thecanadian news lewat artikelnya.
Media yang berbasis di Australia, speedcafe.com, menulis judul "local rain takes place as storm lash Mandalika."
Tulisan menggambarkan bagaimana ritual lokal dijalankan menyusul hujan yang mengguyur Sirkuit Mandalika. Sang pawang juga berjalan di lintasan sambil membawa mangkuk logam dan menyanyikan mantra.  (Rep)