Di Hadapan 83 Pengusaha Jepang, Menteri Susi Promosi Peluang Investasi di Indonesia
By Admin
nusakini.com - TOKYO – Dalam rangkaian kegiatan kunjungan kerjanya ke Jepang, Kamis (31/5), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan roundtable business meeting bersama 83 pengusaha sektor kelautan dan perikanan Jepang di Hotel Imperial, Tokyo. Dalam kegiatan bertema ‘Country Update: Current Indonesia’s Fisheries Industry-Business and Invesment Opportunities in the 6 Outer Islands of Indonesia’ ini, Menteri Susi mengajak pengusaha Jepang berinvestasi pada pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di enam titik pulau terluar Indonesia, yaitu Sabang, Aceh; Natuna, Kepulauan Riau; Morotai, Maluku Utara; Biak Numfor, Papua; Moa dan Saumlaki, Maluku.
Para pengusaha yang hadir merupakan pengusaha potensial, di mana beberapa di antaranya sudah pernah berinvestasi di Indonesia dan ingin meningkatkan investasinya.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir mendampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Duta Besar RI di Tokyo Arifin Tasrif, Utusan Khusus RI untuk Jepang Rachmat Gobel, serta para petinggi Japan External Trade Organization (JETRO) dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Menteri Susi mengatakan, acara ini merupakan kerja sama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jepang bersama JETRO, yang merupakan organisasi perdagangan eksternal Jepang yang berkaitan langsung dengan pemerintah. Menurut Menteri Susi, sebelum melaksanakan roundtable business meeting ini, ia telah bertemu dengan para petinggi JETRO membicarakan peluang investasi yang sama.
“JETRO pun tertarik untuk lebih mengembangkan investasi di bidang perikanan dan kelautan Indonesia, dari pelabuhan, industri perikanan, dan lain-lain,” tutur Menteri Susi.
Guna menarik para investor Jepang, Menteri Susi memaparkan kondisi terkini kelautan dan perikanan Indonesia serta rencana jangka panjang pemerintah Indonesia dalam pengelolaannya. Kepada pengusaha Jepang, Menteri Susi menunjukkan peta Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang memperlihatkan luasnya laut Indonesia dan besarnya potensi kelautan dan perikanan di dalamnya.
Menteri Susi juga berkisah, bagaimana dulu saat menjadi pengepul ikan di Pangandaran Jawa Barat, ia bersama nelayan setempat dengan melibatkan 1.200 kapal kecil mampu melakukan ekspor ke berbagai negara lain. Meski keadaan sempat memburuk akibat aktivitas illegal fishing yang makin massif kala itu, berkat aturan dan penegakan hukum yang tegas oleh pemerintah, kini kejayaan laut Indonesia sudah mulai kembali. Stok ikan pun mengalami peningkatan yang signifikan.
“Kini, nelayan semakin mudah menangkap ikan. Bahkan, di Pulau Natuna, nelayan sangat mudah memperoleh ikan tuna seberat 70-90 kg hanya dengan melaut sekitar 5 mil dari bibir pantai. Kesejahteraan nelayan pun meningkat. Neraca perdagangan ikan juga surplus. Bahkan saat ini Indonesia nomor satu di ASEAN, menggeser Thailand,” ceritanya.
Menurut Menteri Susi, saat ini Indonesia tengah berusaha memperkuat industri kelautan dan perikanan, salah satunya melalui pembangunan SKPT di enam pulau terluar Indonesia. “Pengembangan industri kelautan dan perikanan di 6 pulau terluar ini sebagai upaya melakukan food security dan juga defense security,” tambahnya.
Menteri Susi mengakui, sektor penangkapan ikan memang telah ditetapkan sebagai negative list investasi asing. Namun menurutnya, sektor pengolahan dan logistik masih terbuka sepenuhnya bagi negara asing. Oleh karena itu, ia mengundang Jepang untuk mengambil kesempatan berinvestasi dalam revitalisasi sektor perikanan ini.
“Indonesia memiliki panjang garis pantai 90.000 km. Setiap 30 km diperlukan mesin es (flake ice machine), maka butuh 3.000 mesin kecil dengan 1,5 ton es seharga USD20 ribu. Sehingga dibutuhkan USD60 juta. Ini bisnis bagus,” papar Menteri Susi.
Senada dengan hal tersebut, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, Indonesia membutuhkan investasi fasilitas cold storage, industri pengolahan, hingga pembangunan pelabuhan yang saat ini tengah dalam penjajakan kedua negara.
"Lokasi akan dikelola koperasi dan didampingi BUMN perikanan, Perindo, dan Perinus,” ujar Brahmantya.
Ia pun memaparkan potensi di masing-masing lokasi SKPT tersebut, seperti Sabang, Morotai, dan Saumlaki yang kaya dengan komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol; Natuna dengan komoditas utama ikan Pelagis Kecil, Tuna, Cakalang, dan Tongkol; Moa dengan komoditas utama ikan Pelagis Besar, Pelagis Kecil, dan Demersal; serta Biak Numfor dengan komoditas andalan ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal, Udang, Lobster, dan Cumi-cumi.
Menteri Susi berharap, dengan revitalisasi melalui investasi, industri perikanan Indonesia dapat bergerak maju. “Kita harapkan ekspor bisa naik, terutama untuk memastikan industri perikanan ini bergerak di Indonesia Timur, jadi jangan hanya di Jawa saja. Mereka kan beberapa tadi sudah dari Banda Aceh, dari Morotai, sudah pada ekspor juga. Nah, kita akan membantu mereka meningkatkan tambahan investasi di sana supaya makin besar,” terangnya.
Untuk menarik investor, Indonesia juga akan memberi kemudahan perizinan, keringanan pajak, serta asistensi penuh terhadap pengusaha yang berminat berinvestasi.
Sementara itu, menanggapi paparan Menteri Susi beserta rombongan, Executive Vice President JETRO Yuri Sato mendorong agar para pengusaha Jepang untuk segera berinvestasi di Indonesia. Indonesia sedang melakukan akselerasi ekonomi termasuk di bidang kelautan dan perikanan, sehingga ada banyak sekali peluang bisnis seperti pembangunan pelabuhan, konstruksi, pembangunan kapal, coaching, dan sebagainya. “JETRO siap menjembatani Anda untuk berinvestasi di Indonesia,” tegas Yuri.
Guna menindaklanjuti peluang investasi yang ditawarkan, usai roundtable business meeting, Menteri Susi bersama rombongan bertemu dengan lima perusahaan dan koperasi perikanan Jepang yang telah pernah berinvestasi di Indonesia seperti Marubeni Corporation, Itochu, FTI Japan Co Ltd, Nakatani Co Ltd, dan Kesennuma Seijyo Reitougyo Cooperative. Pertemuan dilakukan secara bergantian dengan masing-masing perusahaan. (p/ma)