Diduga KKN, Anak Kadis Jufri Ikut Proyek Psikotest Disdik Sulsel

By Admin


nusakini.com - Makassar - Dugaan adanya aroma KKN dan konflik interes dari anak Prof. Muh. Jufri, mantan Kepala Dinas Pendidikan Sulsel mewarnai pengabaian Dinas Pendidikan Sulsel atas rekomendasi Inspektorat Sulsel. 

Diketahui, Dinas Pendidikan demikian ngotot mengabaikan rekomendasi Inspektorat Sulsel. Belakangan, dari penelusuran diduga adanya keterlibatan anak Prof. Muh. Jufri ikut bermain dalam pelaksanaan psikotes yang menelan anggaran jumbo ini. 
Diduga anak Prof. Jufri bernama Nu Iz Az yang menjabat Direktur pada perusahaan CV. Perfect Counsultant ikut dalam proyek tersebut. Indikasi dugaan adanya konflik interes dan aroma KKN memang tak bisa dihindari. Hal ini hampir mirip dengan dugaan KKN anak Prof Nurdin Abdullah dalam proyek di Sulsel.
Sebenarnya, dalam sistem tata kelola pemerintahan, soal mutasi jabatan ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja. Apalagi ketika muncul adanya dugaan ketidakwajaran, penyimpangan dan penyelewengan yang dilakukan pejabat tersebut. 
Namun proses mutasi jabatan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Provinsi Sulsel Prof. Muh. Jufri yang dipindahkan menjadi Kepala Dinas Kebudayaan dan Sulsel Pariwisata tidak berlangsung mulus. Pasalnya, dalam proses tersebut, Muhammad Jufri seakan tak menerima pergeseran tersebut. Apalagi ketika Rektor UNM, Prof. Husain Syam menyatakan menarik kembali Muhammad Jufri dari Pemprov Sulsel dan mengembalikannya ke kampus. Padahal, sejatinya Prof Muh. Jufri mengikuti lelang jabatan dan tidak diundang oleh Pemprov Sulsel. 
Diketahui, Dinas Pendidikan Sulsel mengabaikan rekomendasi Inspektorat Sulsel. Tahun 2020 lalu, Inspektorat meminta Kepala Dinas Pendidikan Sulsel menginstruksikan Kepala Cabang Dinas untuk memerintahkan secara tertulis kepada masing-masing kepala sekolah agar tahun 2021 tidak ada lagi kegiatan tes psikotes bakat dan minat siswa peserta didik baru.
Tahun ini, Dinas Pendidikan Sulsel ternyata masih menyelenggarakan tes psikotes bakat dan minat siswa peserta didik baru. Panitia pelaksana yang diketuai Andi Umar Patta (Ketua MKKS SMK Sulsel) ini, di SK-kan langsung Kepala Dinas, Prof Muh Jufri.
Biaya dan sumber anggarannya masih sama dengan tahun lalu. Sebesar Rp 125.000 per siswa, yang dibayarkan melalui anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masing-masing sekolah.
Sekedar informasi, tahun 2020 lalu, Inspektorat Sulsel menyebut kegiatan ini terindikasi pemborosan. Pelaksanaan tes tersebut bertujuan untuk penjurusan anak siswa didik baru. Namun kenyataannya, penjurusan di sekolah telah dilaksanakan, dan masing-masing anak sudah masuk ke dalam kelas, sementara hasil tes psikotes dari pelaksana belum ada. Pelaksana psikotes adalah PT Santiang Gammara Jaya, yang beralamat di Jalan Pedati No 2, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Dalam test tersebut, juga ditemukan bahwa siswa mengerjakan soal hanya sekitar 20 menit, dengan jumlah soal 20 nomor. Adapun sekolah yang dimaksud, antara lain: SMAN 8 Gowa dengan nilai Rp 47.375.000, SMAN 5 Gowa Rp 12.750.000, SMAN 1 Gowa Rp 41.875.000, SMKN 1 Gowa Rp 62.875.000, dan SMAN 9 Gowa Rp 39.875.000.
Selanjutnya, SMKN 3 Gowa dengan nilai Rp 49.500.000, SMAN 11 Gowa Rp 12.125.000, SMAN 14 Gowa Rp 37.875.000, SMAN 3 Gowa Rp 35.875.000, SMAN Gowa Rp 24.250.000, SMAN 22 Gowa Rp 15.375.000, SMAN 20 Gowa Rp 16.120.000, SMAN 21 Gowa Rp 19.125.000, dan SMAN 19 Gowa dengan nilai Rp 26.250.000. Total nilai untuk 15 sekolah ini mencapai Rp 441.245.000.
Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan Inspektorat yang diterima, disebutkan bahwa kondisi tersebut tidak sesuai dengan Permendikbud RI Nomor 19 Tahun 2020, dimana dijelaskan bahwa Tim BOS Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak boleh melakukan pemaksaan pembelian barang dan/atau jasa dalam pemanfaatan dana BOS reguler.
Disebutkan pula bahwa masing-masing kepala sekolah mengeluh dengan adanya kegiatan tersebut, karena anggaran ini sebenarnya dapat digunakan pada hal yang lebih prioritas. Hal ini disebabkan adanya pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mengharuskan bahwa kegiatan tersebut wajib dilaksanakan.
Inspektorat kemudian menyarankan kepada Kepala Dinas Pendidikan Sulsel menginstruksikan Kepala Cabang Dinas untuk memerintahkan secara tertulis kepada masing-masing kepala sekolah agar tahun 2021 tidak ada lagi kegiatan tes psikotes bakat dan minat siswa peserta didik baru, dan tidak terpengaruh dengan pihak yang tidak bertanggungjawab.
Diketahui, proses PPDB, MPLS hingga Test Psikologi (Psikotes) pada tingkat satuan pendidikan SMA, SMK tahun 2020/2021 nyaris berbarengan pelaksanaannya, karena itu ada yang menilai terburu-buru sehingga dapat dipastikan hasilnya tidak maksimal.
Salah satu Kacabdisdik kepada media ini  mengatakan bahwa, proses psikotes sesungguhnya tidak bisa dilaksanakan saat siswa masih mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) sebab akan mengganggu psikologi anak, sehingga bisa dipastikan hasilnya tidak sesuai harapan.
Selain itu ada kalangan  pendidik menilai bahwa, pelaksanaan psikotes terhadap siswa, kurang tepat bagi sekolah tertentu, khususnya sekolah pinggiran yang tidak terjangkau jaringan, mengakibatkan tidak bisa melakukan zoom atau virtual, sehingga menjadi dilematis.
Anggaran Ini memang tidak main-main, bisa dibayangkan kalau siswa SMA dan SMK 120.000 se Sulsel dan setiap siswa nilai hitungannya Rp.125.000,- angkanya jumbo atau sekitar Rp.15 miliar, itu angka minimal. Sebab selain Makassar, Gowa dan Maros, kabupaten lainnya hitungannya Rp.135.000 persiswa.
Itu memang nilai jumbo dan super, sementara keadaan negeri ini ditengah pandemi, sedikit lagi mengalami resesi ekonomi dan ini tentu harus dipikirkan matang bagi pejabat berwenang. 
Sementara itu, Asisten 1 Inspektorat Sulsel, Andi Aslam Patonangi ketika dihubungi mengatakan pihak Inspektorat saat ini sedang mendalami dugaan penyimpangan tersebut.
“Setelah Inspektorat melakukan pemeriksaan awal ditemukan memang ada sekolah yang diduga terjadi penyimpangan. Jadi pihak Inspektorat saat ini sedang melakukan pendalam. Untuk itu saya belum bisa berkomentar banyak”, katanya. 
Prof. Muh Jufri ketika ingin dimintai konfirmasi, telepon selulernya tidak aktif. (*)