Dikritik AS Karena Tingginya Korban Sipil di Gaza, Netanyahu Malah Bersumpah Seperti Ini

By Admin


JAKARTA -- Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan tak akan mengurangi tekanannya kepada Hamas walau telah banyak mendapat kritik. Ia bahkan bersumpah akan meningkatkan tekanan tersebut di Jalur Gaza. Sumpah ini dilontarkan Netanyahu setelah Amerika Serikat (AS), sekutu dekatnya, mengkritik tingginya kematian warga sipil dalam serangan terbaru di wilayah tersebut.

Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (17/7/2024), Netanyahu menyampaikan penegasan itu dalam pidato sambutannya dalam acara peringatan kenegaraan di Tel Aviv pada Selasa (16/7) waktu setempat.

Dia membela pendekatan yang diambil militer Israel dalam perang melawan Hamas selama sembilan bulan terakhir, dengan menyebut bahwa "Hamas berada di bawah tekanan".

"Mereka berada di bawah tekanan yang semakin meningkat karena kita melukai mereka, memusnahkan komandan-komandan utama mereka dan ribuan teroris," sebut Netanyahu dalam pernyataannya.

"Mereka berada di bawah tekanan karena kita tetap teguh dalam tuntutan kita, meskipun ada banyak tekanan," imbuhnya, yang diduga merujuk pada keprihatinan internasional atas jumlah korban perang yang berkecamuk sejak Oktober tahun lalu.

"Ini adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan tekanan lebih jauh lagi, untuk memulangkan semua sandera -- baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal -- dan untuk mencapai semua tujuan perang," cetus Netanyahu dalam pernyataannya.

Pernyataan Netanyahu itu disampaikan ketika Israel meningkatkan serangan-serangan terhadap Jalur Gaza yang terkepung, dengan tim penyelamat Gaza melaporkan bahwa tiga serangan udara melanda dalam waktu satu jam hingga menewaskan lebih dari 40 orang pada Selasa (16/7) waktu setempat.

Pada akhir pekan, lebih dari 90 orang dilaporkan tewas akibat pengeboman besar-besaran Israel terhadap zona aman di Jalur Gaza. Netanyahu menyebut operasi itu menargetkan panglima militer Hamas Mohammed Deif dan salah satu wakilnya.

Dalam acara yang sama, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa tekanan militer Israel "memaksa para pemimpin organisasi teroris yang masih hidup untuk hanya mempedulikan kelangsungan hidup mereka sendiri".

"Tanpa kapasitas untuk memimpin, mengendalikan dan memimpin, organisasi Hamas menjadi kelompok geng teroris tanpa arah dan masa depan," sebut Gallant.

Korban tewas akibat perang yang berkecamuk di Jalur Gaza selama sembilan bulan terakhir dilaporkan mencapai sedikitnya 38.713 orang, yang sebagian besar warga sipil. Perang meletus sejak Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel sejak Oktober tahun lalu, yang disebut menewaskan 1.200 orang.

Serangan Hamas itu juga membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera di Jalur Gaza. Dengan puluhan sandera dibebaskan saat kesepakatan gencatan senjata singkat pada November tahun lalu, saat ini diyakini sekitar 116 sandera masih ditahan di Jalur Gaza, termasuk 42 orang yang diyakini sudah tewas.

Sebelumnya, pada Senin (15/7) waktu setempat, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken mengkritik jumlah korban sipil yang disebutnya "sangat tinggi" akibat pengeboman Israel di Jalur Gaza. Kritikan disampaikan Blinken saat menerima kunjungan dua pejabat berpengaruh Israel, yakni Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi.

Militer Israel diketahui melancarkan beberapa serangan mematikan terhadap Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, termasuk terhadap kamp pengungsi dan beberapa sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menjadi tempat perlindungan para pengungsi perang.

"Untuk mengungkapkan keprihatinan serius kami mengenai korban sipil baru-baru ini di Gaza," ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, saat membahas topik pembahasan antara Blinken dan dua pejabat tinggi Israel tersebut.

"Korban jiwa masih tetap sangat tinggi. Kami terus melihat terlalu banyak warga sipil yang tewas dalam konflik ini," ujarnya. (*)