Efektivitas Metoda Pembelajaran pada Pelatihan Hutan Sosial

By Admin


Edi Kurniadi

nusakini.com - Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial Paska Ijin (P2SPI) Kementerian LHK diikuti oleh peserta dari petani dan pendamping perhutanan sosial. Sesuai kurikulum pelatihan, metoda pembelajaran menggunakan metoda pelatihan orang dewasa (andragogi) yang mengandung prinsip siklus belajar dari pengalaman (experiential learning cycle) dan keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan. Setiap materi pelatihan P2SPI diampu oleh tiga orang tutor dan narasumber yang memfasilitasi proses pembelajaran online secara tim.

Tulisan ini ingin mengungkap bagaimana efektivitas metoda pembelajaran pada pelatihan P2SPI. Pencermatan metoda pembelajaran didekati melalui pelaksanaan prinsip pendidikan orang dewasa dan pelaksanaan team teaching dari setiap materi pelatihan. Informasi pelaksanaan metoda pembelajaran dilakukan dengan mencermati rekaman audio proses pembelajaran daring pada angkatan 7 dan 8 di Balai Diklat LHK Samarinda serta hasil pelaksanaan fasilitasi beberapa mata pelatihan. 

Pencermatan yang dilakukan adalah, pertama proporsi waktu yang digunakan setiap tutor pada saat memfasilitasi proses pembelajaran. Perhatiannya adalah pada metoda yang digunakan, apakah dengan metoda ceramah komunikasi satu arah atau metoda partisipatif berupa diskusi dua arah atau multi arah. Pencermatan kedua adalah dengan menganalisis pembagian waktu dan pokok bahasan yang disampaikan oleh tutor sebagai team teaching. Pencermatan ketiga diarahkan kepada bagaimana tutor menggali pemahaman peserta terhadap materi, serta menggali pendapat dan pengalaman peserta sehingga terjadi saling berbagi dalam proses pembelajaran. Sedangkan pencermatan keempat difokuskan kepada alur pembelajaran panduan role model perhutanan sosial dan kemkitraan lingkungan (MP3).

Saya terlibat memfasilitasi 3 mata pelatihan di angkatan 8, yaitu mata pelatihan prakondisi petani (MP2), mata pelatihan kerjasama, aspek modal dan aspek pasar (MP6), serta mata pelatihan monitoring dan evaluasi (MP8). Beberapa metoda pembelajaran yang saya dan tim tutor lakukan akan disampaikan sebagai ilustrasi penggunaan metoda pembelajaran.

Bagaimana hasil pencermatan.....

Hasil dari pengamatan curahan waktu pada poroses pembelajaran daring angkatan 7 dan 8 adalah sebagaimana pada tabel.

Berdasarkan pengamatan terhadap penggunaan waktu oleh setiap tim tutor pada setiap mata pelatihan, secara umum metoda ceramah (66%) merupakan metoda pembelajaran yang digunakan pada pelatihan P2SPI, dimana rata-rata curahan waktu untuk diskusi pada angkatan 7 dan angkatan 8 beturut-turut 48% dan 40%.

Penggunaan metoda diskusi yang paling banyak digunakan di angkatan 7 adalah pada proses pembelajaran MP5, MP6, dan MP2, sementara metoda ceramah paling banyak digunakan pada proses pembelajaran MP8 dan MP4. Tutor yang mengampu di angkatan 8 banyak menggunakan metoda diskusi pada mata pelatihan MP2, MP3, dan MP8. Namun metoda ceramah banyak dilakukan pada MP7. 

Proses pembelajaran pada mata pelatihan prakondisi petani (MP2) hanya sedikit waktu ceramah yang digunakan karena hanya menjelaskan tentang mitigasi covid, selebihnya lebih banyak dilakukan dengan metoda diskusi. Hal ini karena tim tutor lebih banyak menanyakan kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan psikologis petani pada saat pandemi covid. Demikian pula dengan bagian kedua dari sesi ini menggali kebutuhan petani dalam pelaksanaan perhutanan sosial dan kebutuhan peningkatan kapasitas. Tim tutor pengampu materi pelatihan MP5 dan MP6 angkatan 7 banyak menggunakan metode diskusi untuk menggali permasalahan di lapangan atau menjawab pertanyaan pada chat terkait dengan kedua materi tersebut.

Tim tutor pengampu MP3 di angkatan 8 menggunakan metode diskusi dengan menanyakan pemahaman peserta tentang role model, khususnya prinsip-prinsip pendampingan. Sementara tim tutor pengampu MP8 menggunakan metoda diskusi pada dua sesi. Sesi pertama tim tutor melakukan review terhadap hasil belajar mandiri yang sudah dirangkum oleh tim tutor. Pada sesi ini tim tutor meminta beberapa peserta untuk menjawab kembali pertanyaan yang sudah dijawab baik dengan kalimat sendiri atau membaca hasil pekerjaannya. Pada sesi kedua, setelah menjelaskan materi monev secara ceramah, sebagian peserta diajak untuk mengisi kolom-kolom pada form pemantauan tahunan KPS dan laporan tahunan KPS. 

Pencermatan kedua dalam metoda pembelajaran adalah bagaimana pembagian waktu dan skenario yang disiapkan atau disepakati oleh tim tutor. Apabila melihat proporsi waktu yang digunakan oleh setiap anggota tim tutor, selain waktu diskusi, pada semua MP di dua angkatan, sebagaian besar pembagian waktu setiap tutor hampir proporsional. Namun terdapat beberapa tutor kelihatannya mendominasi penggunaan waktu dalam suatu sesi pembelajaran, bahkan ada tutor yang tidak atau hampir tidak kebagian waktu. Selain itu masih terlihat pembagian materi yang dibahas oleh setiap tutor kurang mantap. Pencermatan saya terhadap proses pembelajarani pada kebanyakan mata pelatihan, kelihatannya terdapat penyampaian materi yang sama oleh dua atau tiga tutor, akan tetapi ada materi yang malah tidak tersampaikan. Saya juga memperhatikan beberapa tim tutor masih menanyakan siapa yang duluan manggung. 

Pengalaman tim tutor (dimana saya ikut memfasilitasi) pada MP2, MP6, dan MP8 menyusun skenario pembagian waktu dan agenda pembelajaran adalah menyepakati, misalnya apa yang akan disampaikan oleh penanggung jawab program akademik (PJA) yang mempunyai tugas membuka dan menutup sesi materi pelatihan, berapa menit. Salanjutnya siapa, materi apa, metodanya apa, waktunya berapa menit. Dengan demikian, pada saat sesi tersebut mulai semua anggota tim tutor sudah siap sesuai skenario yang sudah disepakati.

Pencermatan ketiga adalah terkait materi apa yang dibahas pada saat diskusi atau sesi pertanyaan. Saya melihat beberapa pertanyaan yang disampaikan oleh peserta atau diskusi yang terjadi pada proses pembelajaran adalah permasalahan yang dihadapi di lapangan, dan sedikit membahas kompetensi yang mesti dimiliki peserta pelatihan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Terkadang saya berpikir proses yang sedang berjalan ini apakah proses pelatihan atau kegiatan sosialisasi atau rapat koordinasi teknis. Pertanyaan tentang SK pendamping yang belum keluar pada saat membahas MP4 misalnya, adalah suatu masalah di luar konteks pelatihan. Atau pertanyaan apa yang harus dilakukan oleh kelompok karena ada sarana produksi pertanian yang diberikan suatu instansi tetapi tidak cocok dengan kebutuhan petani. Selain itu terdapat masalah yang dibahas tidak sesuai dengan pokok bahasan untuk materi pelatihan tersebut, sebagaimana telah saya ungkapkan sebelumnya (lihat https://m.nusakini.com/news/materi-pelatihan-terpopuler-pada-pelatihan-hutan-sosial).

 Pada pelatihan orang dewasa, menurut beberapa bahan bacaan, katanya setiap peserta mesti punya pengalaman atau pengetahuan walau sedikit. Salah satu tugas dari fasilitator adalah menggali potensi pengetahuan atau pengalaman peserta tersebut, dan berupaya agar seluruh peserta bisa berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Karena dengan kemampuan peserta untuk mengutarakan pendapatnya bisa menjadi indikator terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan, sebagaimana gambar berikut.

Saya melihat terdapat beberapa cara untuk menggali pengetahuan dan pengalaman peserta selain memberikan materi dengan metoda ceramah. Misalnya pada materi MP3, peserta bisa diminta mengungkapkan contoh kisah keberhasilan pengelolaan PS yang peserta alami atau amati, bahkan hanya baca dari media massa/media sosial.

Pencermatan keempat adalah terkait alur pembelajaran materi MP3. Materi ini secara hirarki merupakan pondasi atau panduan untuk semua materi berikutnya (Buku Seri 1 sampai 5). Akan tetapi, apabila memperhatikan efektivitas metoda pembelajaran sesuai dengan konsep pendidikan orang dewasa, saya berpendapat bahwa materi MP3 akan lebih efektip apabila dibahas pada bagian akhir setelah materi monitoring dan pelaporan. Mengapa demikian, karena inti dari materi pelatihan tersebut adalah agar peserta bisa menjadi role model pendampingan PSKL. Materi yang terdapat pada buku seri 1 sampai seri 5 bisa dianalogikan sebagai pengalaman peserta. Mereka sudah tahu pendampingan awal, pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan dan lingkungan, kerja sama, akses permodalan dan akses pasar, pengelolaan pengetahuan, serta monitoring dan evaluasi PS. Dengan demikian, pada saat membahas materi panduan role model, peserta diharapkan tidak bertanya lagi materi lain, pembahasan akan lebih fokus pada bagaimana menjelaskan pengertian dan prinsip pendampingan PS, bagaimana menjelaskan kriteria dan indikator keberhasilan pendampingan PSKL, serta kisah keberhasilan pengengelolaan PS. Saya berharap metoda pembelajaran pada materi ini peserta lebih banyak mengungkapkan persepsi serta cara mencapai kriteria dan indikator keberhasilan pendampingan. Metoda pembelajaran juga diharapkan dapat mengungkapkan kisah keberhasilan pengelolaan PS menurut pengalaman dan pengamatan peserta.

Penutup

Metoda pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pelatihan. Tutor atau fasilitator seyogyanya menyusun skenario pembelajaran yang mengarahkan pada penggunaan metoda pembelajaran bagi orang dewasa. Apabila tutor berupa tim, perlu disepakati pembagian peran setiap tutor sehingga kehadiran tutor akan lebih optimal. Tutor juga perlu menyusun strategi bagaimana menggali potensi pengetahuan dan pengalaman peserta sehingga terjadi proses berbagi diantara peserta. Pada pelatihan pendampingan perhutanan sosial paska ijin, diusulkan untuk menempatkan materi panduan role model di akhir pelatihan sehingga materi tersebut menjadi exit target dari pelatihan ini.

Samarinda, 17 Juni 2020