Harga Gabah Jatuh dan Harga Beras Tetap Tinggi

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Bulan Maret–April 2016 ini merupakan puncak panen raya padi dengan produksi 25,1 juta ton gabah kering giling (GKG) setara 15,7 juta ton beras siap dikonsumsi, sedangkan kebutuhan konsumsi dua bulan ini sekitar 5,32 juta ton beras, yang berarti terdapat surplus beras karena pasokan melimpah.

Akibat panen raya, harga gabah anjok. Survei BPS menyebutkan terjadi ketimpangan lebar antara penurunan harga beras di tingkat penggilingan, pedagang grosir, dan eceran dengan penurunan harga gabah di petani. Pada Maret 2016, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah turun 9.76 persen dibandingkan Februari 2016. Namun, harga beras di tingkat penggilingan pada periode sama hanya turun 1.84 persen, di pedagang grosir lebih rendah lagi penurunan hanya 0,44 persen dan penurunan harga di tingkat pedagang eceran 0,56 persen. 

Menanggapi data survei BPS ini, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengamini keterangan BPS. Dia yakin harga beras tinggi karena para pedagang terlalu besar mengambil untung. "Harga di tingkat petani sudah turun jauh sekali. Ini yang saya lihat, mereka memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya, silahkan ambil untung tapi yang wajar lah" kata Winarno. 

Data harian harga komoditas pertanian dari Petugas Informasi Pasar (PIP) Kementan yang diakses melalui HYPERLINK "https://www.pertanian.go.id" www.pertanian.go.id per tanggal 7 April 2016 menyebutkan harga gabah GKP tingkat petani di Kabupaten Rokan Hulu Rp 3.500/kg, Seluma Rp 3.200/kg, Purbalingga Rp 3.300/kg, Lamongan Rp 3.500/kg, Sidoarjo Rp 3.550/kg, Takalar Rp 3.400/kg dan Jeneponto Rp 3.000/kg dan daerah lainnya hampir sama. Harga gabah ini jauh dibawah HPP yang ditetapkan pemerintah Rp.3.700/kg. Harga gabah Maret-April ini turun 21,5%, sedangkan harga beras medium rerata hanya turun 0,24% (Pusdatin, Kementan). 

Fakta bahwa harga gabah jatuh di saat panen raya, sedangkan harga beras di konsumen hanya turun sedikit ini disebut anomali pasar beras. Produk petani tidak mengalir secara baik dan lancar sampai ke konsumen. Rantai pasok tata niaga terlalu pajang dan terjadi disparitas harga yang lebar antara harga di produsen dengan konsumen. 

Secara ilmu sosial semakin panjang rantai pasok akan semakin baik karena semakin banyak pelaku yang menikmati. Namun panjangnya rantai pasok dengan profit marjin yang tidak wajar di setiap pelaku tata niaga (middle-man) ini merugikan produsen dan konsumen.Tidak ada keseimbangan manfaat yang dinikmati produsen-pedagang-konsumen. 

Anomali pasar beras ini akibat berbagai faktor, seperti: sistem distribusi, sistem logistik, struktur pasar, perilaku pasar (termasuk kartel), asimetri informasi pasar maupun aspek ekspektasi. Sehingga faktor pembentuk harga beras yang tetap tinggi di pasar saat ini, tidak ditentukan oleh besarnya pasokan beras, melainkan oleh faktor tata niaga tersebut. 

Anomali pasar beras ini dapat dilihat dengan kasat, yaitu kenaikan harga di konsumen tidak diikuti kenaikan harga produsen, karena penikmat keuntungan adalah pedagang yang dikendalikan oleh “penentu pasar dominan”. Ironinya, penurunan sedikit harga di konsumen langsung menekan jatuh harga produsen. Sebaliknya kenaikan sedikit harga di produsen direspon dengan kenaikan harga sangat tinggi di konsumen, dan anjloknya harga di produsen hanya sedikit berpengaruh pada harga di konsumen, sebagaimana yang terjadi saat panen raya ini. 

Solusi yang ditempuh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyikapi masalah pangan ini adalah: (1) memantau produksi dan harga harian secara online untuk pengambilan kebijakan dan teknis operasional, (2) membangun early warning sistem dan mengumumkan informasi untuk meminimalisir asimetri informasi pasar, (3) memperpendek rantai pasok dengan membentuk Tim Sergab (serap gabah) bersama Bulog menyerap gabah langsung ke petani, (4) mengembangkan 1.000 Toko tani Indonesia (TTI) dengan menjual beras harga normal Rp 7.500/kg, (5) memperkuat Cadangan Beras Pemerintah, (6) bekerjasama dengan KPPU, KPK dan penegak hukum lain menindak tegas pelaku yang mempermainkan stock dan harga pangan, (7) mengendalikan impor pangan dengan cara izin impor harus mendapat rekomendasi teknis dari Kementan, serta (8) pamungkasnya menyiapkan diri untuk ekspor beras secara signifikan.(mk)