Imtihan Wathani Pendidikan Diniyah Formal Digelar Januari 2025

By Admin


Jakarta --- Imtihan Wathani Pendidikan Diniyah Formal (PDF) akan digelar pada Januari 2025. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) menggelar rapat koordinasi untuk membahas teknis pelaksanaanya.

Hadir, perwakilan PDF dari berbagai wilayah, antara lain: Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Barat. Hadir juga, praktisi pegon Diaz Nawaksara, serta tim reviewer soal Imtihan Wathoni berbasis CBT berikut pengembang aplikasi untuk penyelenggaraan Imtihan Wathani Najibullah.

Direktur PD Pontren, Basnang Said, mengatakan, Rakor bertujuan memperkuat standar pendidikan pesantren agar tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitas tradisionalnya. Basnang menekankan pentingnya transformasi pendidikan pesantren guna meningkatkan daya saing di tingkat nasional maupun global.

“Pesantren memiliki potensi besar sebagai pusat pendidikan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Transformasi ini penting agar kita tetap relevan di tengah perubahan zaman,” ujar Basnang di Jakarta, Jumat (13/12/2024).

Rakor menjadi wahana bagi peserta untuk mendiskusikan sejumlah isu strategis, termasuk digitalisasi pesantren, penguatan kurikulum, serta simulasi pelaksanaan Imtihan Wathani berbasis komputer (CBT) bersama Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF)

11.077 Peserta Imtihan Wathani

Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly. Mahrus menambahkan, ada 11.077 santri yang akan mengikuti Imtihan Wathani 2025. Mereka terdiri atas 4.438 santri Diniyah Takmiliyah (DNT) tingkat ulya dan 6.639 santri DNT tingkat wustha. Jumlah ini terbanyak sepanjang dilaksanakannya imtihan wathani.

"Imtihan Wathani akan dilaksanakan di 77 satuan pendidikan PDF ulya dan 61 satuan pendidikan PDF wustha," sebut Mahrus.

Ada inovasi baru dalam Imtihan Wathoni tahun ini. Menurut Mahrus, pihaknya menghadirkan soal-soal dalam aksara pegon (Bahasa Indonesia dengan aksara Arab). Diaz Nawaksara sebagai peneliti aksara Pegon dihadirkan untuk menela'ah soal berbasis pegon ini.

"Sebelumnya, semua soal hanya menggunakan bahasa Arab. Langkah ini merupakan evaluasi dari pelaksanaan sebelumnya sekaligus menunjukkan kekhasan pendidikan pesantren yang mengakomodasi bahasa lokal," ujar Mahrus.

“Melalui berbagai inovasi ini, kami berharap pesantren dapat semakin berkontribusi dalam membentuk generasi yang unggul, baik secara intelektual maupun spiritual,” tutup alumni pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta. (*)