Indonesia-Korea Adakan Pertemuan Bilateral Perkuat Perlindungan Sektor Perikanan

By Admin

nusakini.com--Sektor perikanan merupakan salah satu sektor ketenagakerjaan yang saat ini masih rentan dalam hal kesejahteraan maupun perlindungan. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri paa sector perikanan. 

“Tenaga kerja kita di luar negeri sector perikanan ini kan cukup banyak, khsusnya di Korea. Oleh karenanya, kedua Negara sepakat memberi perlindungan lebih pada sektor perikanan,” kata Dirjen Binapentasker Kemnaker Herry Sudarmanto setelah melakukan Bilateral Meeting Antara Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri dengan Menteri Ketenagakerjaan dan Perburuhan Republik Korea Lee Ki-Kweon di sela-sela pertemuan The 16th Asia and the Pacific Regional Meeting (APRM) di BNDCC Nusa Dua, Rabu (7/12). 

Saat ini, lebih dari 40 ribu TKI yang bekerja di Korea berada di bawah Employment Permit System (EPS). Mereka tersebar pada sektor manufaktur, kontruksi, agrikultur, perikanan, dan jasa. 

Pada tahun, lebih dari 7 ribu TKI di Korea melarikan diri majikannya yang mana menjadikan mereka TKI illegal dengan status over stayer. Dari jumlah tersebut, paling banyak adalah TKI dari sektor perikanan. Umunya mereka melarikan diri ke sektor manufaktur. 

Adapun, bebrapa alasan mereka melarikan diri adalah beban kerja yang terlalu berat, waktu kerja yang terlalu panjang, upah minim, sedikit waktu istirahat, dan adanya perlakuan kasar dari pengguna. 

“Pelaut di sana itu kan sekarang jam kerjanya belum jelas. Terus ada yang kerja di Korea tapi dibawa ke sana-sini ke luar Korea. Kita tidak mau lagi ada tenaga kerja yang bekerja di perikanan lari ke manufacturing,” lanjut Dirjen Herry. 

Untuk itu, Pemerintah Indonesia meminta kepada Pemerintah Korea untuk meningkatkan perlindungan, memperbaiki kondisi kerja, pengaturan jam kerja, dan kesejahteraan TKI yang bekerja di sektor perikanan.

“Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan khusus (technical arrangement) mengenai mekanisme penempatan dan perlindungan bagi TKI sektor perikanan,” terang Dirjen Herry. 

Ia juga menyampaikan, Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk membahas bersama-sama hal tersebut melalui mekanisme yang sudah diatur dalam MoU, yaitu melalui peetemuan Joint Working Group (JWG) sesegera mungkin. 

“Kedua Negara sepakat untuk memberikan perlindungan pelaut. Oleh karena itu, perlu adanya pembaruan MoU,” pungkasnya. (p/ab)