Kampung Tersenyum, Sebuah Gerakan Mengolah Limbah Minyak Jelantah

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Banyak masyarakat ibu kota yang belum akrab dengan cara mengelola limbah minyak goreng atau minyak jelantah. Selama ini, yang terjadi adalah pembuangan minyak jelantah ke septic tank, saluran drainase, atau bahkan dipakai berulang-ulang yang tentu membawa dampak bagi kesehatan. Menjawab persoalan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menciptakan inovasi bernama Kampung Tersenyum. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, tujuan utama Kampung Tersenyum adalah memberikan penyadaran masyarakat untuk hidup sehat, hidup bersih, dan hidup berkah. Sementara, diksi tersenyum memiliki kepanjangan terima sedekah minyak jelantah untuk mereka. Program ini dikemas dalam bentuk gerakan sedekah minyak jelantah. 

“Tujuan yang ingin dicapai program ini adalah masyarakat tidak lagi menggunakan minyak jelantah sampai habis, karena dapat menimbulkan penyakit,” jelas Anies, saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, di Kantor Kementerian PANRB beberapa waktu lalu. 

Inovasi ini dikembangkan untuk mengendalikan pencemaran minyak jelantah, sehingga bisa dikelola dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Anies menerangkan, sebenarnya limbah masih memiliki nilai ekonomis jika diolah menjadi bahan bakar biodiesel oleh suatu perusahaan. Kampung Tersenyum memanfaatkan hal tersebut. Masyarakat bisa memanfaatkan limbah yang mereka hasilkan tiap hari untuk biaya kegiatan sosial mereka sendiri. 

Untuk sementara ini, Kampung Tersenyum terlaksana di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Pelaksanaan inovasi ini bekerja sama dengan Rumah Sosial Kutub. Selain wali kota, camat dan lurah se-Jakarta Selatan juga ikut melaksanakan sosialisasi serta pengawasan program ini di masyarakat agar semakin banyak warga yang terlibat aktif. Ada 31 kelurahan dari 65 kelurahan yang telah bergabung dalam program ini. 

Selama enam bulan terakhir, ada 10.224 liter limbah minyak jelantah yang telah ditangani. Dana sedekah yang telah dikelola selama enam bulan sebesar Rp69.37.000, dengan rincian Rp41.624.00 dikelola masyarakat, sedangkan Rp27.748.800 dikelola oleh Rumah Sosial Kutub. 

Pengelolaan dana dibagi menjadi dua yaitu oleh kelompok masyarakat yang mengumpulkan minyak jelantah dan oleh yayasan Rumah Sosial Kutub untuk program sosial kemasyarakatan sesuai kebutuhan, seperti program santunan yatim, fakir miskin, program kesehatan, dan sebagainya. “Dengan melaksanakan kolaborasi, semua permasalahan dapat diselesaikan secara bersama-sama sesuai dengan perannya masing-masing,” ujar Anies.

Dengan adanya inovasi yang dilahirkan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI ini, masyarakat terbiasa untuk tidak membuang limbah minyak jelantah secara sembarangan, sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Warga juga berlomba-lomba melaksanakan kegiatan ini karena ada nilai sedekah yang bermanfaat bagi pihak lain. 

Anies menerangkan, kegiatan kolaborasi penanganan minyak jelantah ini bisa diterapkan di wilayah lain. Program Kampung Tersenyum bisa dialkukan oleh lembaga sosial secara masif dengan cara memanfaatkan limbah yang selama ini hanya dibuang untuk dikelola menjadi dana pelaksanaan program sosial. (p/ab)