JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus mempertahankan laporan keuangannya yang telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada 2013 dan 2014, untuk itu dibutuhkan komitmen dari tingkat satuan kerja (Satker), wilayah, eselon I hingga tingkat kementerian.

 Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR, Taufik Widjoyono pada acara Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) tentang Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Kementerian PUPR Berbasis Akrual Tahun 2016 di Kantor Kementerian PUPR, Rabu (2/3/2016).

Menurut Taufik, dalam hal ini para Kepala Satker menjadi garda terdepan untuk mewujudkan hal tersebut. “Kami mengharapkan setelah menerima pembekalan pada Rakertas ini, para peserta (dari lingkungan Kementerian PUPR) dapat memahami dan secara bersama-sama meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Kementerian PUPR berbasis akrual, agar kita dapat terus mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” tuturnya.

Komitmen yang dimaksud yaitu mengoptimalkan fungsi biro keuangan sebagai pusat pengolahan data transaksi keuangan dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian, fungsi Itjen sebagai quality assurance dan konsultan dalam menyusun Laporan Keuangan, fungsi Biro Perencanaan Anggaran dan KLN sebagai koordinator penggunaan mata anggaran.

Kemudian juga mengoptimalkan fungsi Biro BMN dan Layanan Pengadaan dalam mengelola dan menatausahakan aset Kementerian. Serta fungsi Satker dan Wilayah sebagai ujung tombak penyusunan Laporan Keuangan secara berjenjang.
Taufik mengatakan untuk laporan keuangan 2015 sedang dalam proses audit oleh BPKR RI dan Kementerian PUPR berharap dapat mempertahankan opini WTP tersebut baik untuk Laporan Keuangan 2015 maupun tahun-tahun berikutnya.

Ia menyampaikan bahwa kualitas pertanggungjawaban keuangan tercermin dalam opini yang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berikan terhadap Laporan Keuangan Kementerian PUPR. Pemberian opini tersebut didasarkan pada kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan, serta penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal di lingkungan Kementerian PUPR.

Taufik menerangkan ada juga langkah-langkah konkret yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas Laporan Keuangan berbasis akrual diantaranya yaitu menyempurnakan metode pencatatan dan sistem akuntansi berbasis akrual dalam rangka pelaporan keuangan, menertibkan pengelompokan jenis belanja dalam penganggaran.

Kemudian meningkatkan kualitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan, menyelesaikan temuan LHP BPK-RI, mengungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas Laporan Keuangan, menatausahakan BMN secara lebih baik dan meningkatkan peran Itjen dalam penyusunan Laporan Keuangan.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemerintah wajib menerapkan basis akrual selambat-lambatnya lima tahun sejak peraturan tersebut di undangkan.

Selanjutnya, sebagaimana disebutkan pada Pasal 12 dan 13 UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, ketentuan mengenai akuntansi berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan akuntansi berbasis kas.

PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mempertegas bahwa akuntansi berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya untuk pelaporan keuangan tahun anggaran 2015.

Penerapan penyusunan laporan keuangan berbasis akrual selanjutnya telah diatur lebih lanjut dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.* (mrl)