Kemenag Bahas Program Percepatan PTKI Unggulan

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Kemenag tengah membahas Program Percepatan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menjadi Perguruan Tinggi Unggulan. Pembahasan yang diinisiasi Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) ini berlangsung virtual belum lama ini.

Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, PTKI unggulan adalah harapan dan ambisi bersama. PTKIN dan PTKIS harus bisa bersaing dengan perguruan tinggi lainnya. Prasyarat menjadi PTKI unggul di antaranya memiliki reputasi akademik, reputasi lulusan, rasio fakultas, prodi dan mahasiswanya, serta dibukanya program internasional.  

“Saya menaruh harapan besar dari Dirjen Pendis dan Direktur Diktis yang baru, bisa mengarahkan PTKI menjadi kebanggaan, bukan hanya kebanggaan umat Islam tapi kebanggaan bangsa Indonesia,” tuturnya. 

Direktur Diktis, Suyitno, menyampaikan beberapa program percepatan PTKIN unggulan. Setidaknya ada tujuh program yang disebutnya sebagai Sapta Program Pengakselerasian & Percepatan (SP3) PTKI Menjadi Perguruan Tinggi Unggulan. 

Pertama, Redesain Kurikulum PTKI. Menurutnya, ini perlu dilaksanakan, karena kurikulum PTKI yang digunakan selama ini berbasis kompetensi. “Kurikulum kita yang berbasis kompetensi sudah sangat bagus, namun kita harus melalukan sebuah redesain untuk melihat apakah profil lulusan yang sudah kita rumuskan ini sudah faktual atau hanya ideal,” terang Suyitno. 

Menurut Suyitno, salah satu langkah yang sedang dirumuskan untuk redesain kurikulum adalah dengan konsep kampus merdeka dan merdeka belajar. Yaitu, dengan memperbanyak waktu mahasiswa untuk melakukan pembelajaran di luar kampus atau di luar prodi. 

Kedua, Penguatan Rumah Moderasi di kampus PTKI. Menurutnya, saat ini Rumah Moderasi Beragama di seluruh PTKI yang ada bentuknya masih “rumah” belum ada kamar-kamar yang jelas. Idealnya Rumah Moderasi Beragama ini bisa diisi banyak kamar atau bagian-bagian. Eksistensinya bukan hanya sebagai lembaga yang disandingkan atau sekadar diintegrasikan dengan LP2M, melainkan dilembagakan secara struktural. Karena, moderasi beragama itu sendiri lahir dari Kementrian Agama dan sudah saatnya dijadikan sebagai lembaga tersendiri. 

“Rumah moderasi beragama itu yang paling otoratif bicara itu adalah kita (Kementerian Agama) karena lahirnya dibidani oleh kita,” tuturnya 

“Penguatan Rumah Moderasi Beragama sangat penting, agar kajian mengenai moderasi beragama ini bisa menjadi kajian yang lebih luas lagi kedepannya,” Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang. 

Ketiga, pembentukan Universitas Islam Terbuka (UIT). Menurut Suyitno, pembentukan UIT merupakan konsep baru yang sedang dirumuskan. Konsep ini berkaca pada Universitas Terbuka (UT) yang sudah ada sejak lama pada Perguruan Tinggi Umum (PTU). Konsep pembelajaran pada UIT menggunakan sistem daring yang sedang diterapkan pada pembelajaran PTKI di masa pandemi. Konsep ini, rintisannya akan diterapkan pada prodi PTKIN tertentu. 

“Kami sedang mencoba untuk merumuskan agenda besar, minimal kalau belum bisa Universitas Islam Terbuka (UIT) kita coba akan rumuskan prodi terbuka. Salah satu misi besarnya, memberikan afirmasi terutama kepada 80.000 guru madrasah yang sampai sekarang taraf pendidikan tinggi terakhirnya adalah aliyah atau diploma 2 (D2)," tegasnya. 

Keempat, Program Double Degree PTKI. Program ini bersifat opsional pada PTKI tertentu, karena banyak persiapan yang harus dimatangkan terlebih dahulu. Menurutnya, program ini dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Yang eksternal juga dibagi dua, yaitu PTKI dengan Perguruan Tinggi Umum (PTU), dan PTKI dengan Perguruan Tinggi Luar Negeri. 

“Program ini sudah mulai dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan yang akan melaksanakan selanjutnya adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” terangnya. 

Kelima, percepatan akreditasi dengan pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Akreditasi sebenarnya domain Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), khsusunya untuk akreditasi institusi. Namun, khusus akreditasi Program Studi (Prodi), BAN PT menyerahkan kepada kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Agama. 

“Ini menjadi PR besar Diktis untuk mendirikan LAM, mengingat jumlah prodi di PTKI sangat banyak, dan terbatasnya jumlah asesor di BAN PT. Akan tetapi ini perlu bergandengan dengan BAN PT dan mendapatkan rekomendasi dari Kemendikbud,” terang Suyitno. 

“Secara SDM, kita memiliki jumlah asesor mumpuni yang berbasis studi agama atau Islamic Studies. Sehingga mendukung berdirinya LAM,” sambungnya. 

Keenam dan ketujuh, adalah Pola Modeling Pembinaan Kemahasiswaan dan Penyusunan Roadmap pengembangan PTKI. “Saat ini konsepnya sedang kita bahas dan rumuskan dengan Sub Direktorat yang menangani kemahasiswaan dan kelembagaa,” pungkasnya.(p/ab)