Kendalikan DBD di Kota Semarang dengan Tunggal Dara

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Penyakit demam berdarah dengue (DBD) seringkali menjadikan Kota Semarang menduduki peringkat atas dalam angka kejadian DBD, baik di tingkat Jawa Tengah maupun nasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk bersinergi dengan seluruh sektor yang ada di Kota Semarang dengan menciptakan sistem Tunggal Dara atau Bersatu Tanggulangi Demam Berdarah. 

Sistem yang terintegrasi ini berperan sebagai jembatan dari hambatan yang muncul dalam pengendalian kejadian DBD. “Tunggal Dara diciptakan sebagai sistem integrasi yang mendukung sinergitas seluruh sektor dalam melaporkan dan menerima informasi yang berkaitan dengan DBD,” jelas Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat wawancara dengan Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) beberapa waktu lalu. 

Melalui inovasi yang dicetuskan pada tahun 2016 ini, berbagai upaya dilakukan untuk menjembatani hambatan-hambatan yang seringkali muncul dalam pengendalian DBD. Sehingga sistem Tunggal Dara ini memudahkan masyarakat, petugas kesehatan, hingga pemangku wilayah dalam menangani penyakit DBD. 

Dengan Tunggal Dara, pelaporan pasien DBD dilakukan secara daring dan real-time. Kemudian, pemberitahuan kepada petugas dan pemangku wilayah dilakukan dengan SMS gateway. Petugas dan pemangku wilayah kemudian dapat dengan cepat menggerakkan masyarakat untuk melakukan antisipasi penyebaran penyakit DBD dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Kegiatan PSN tersebut kemudian dapat langsung ditindaklanjuti oleh masyarakat dan kader untuk dilaporkan ke puskemas melalui SMS kepada server sehingga lebih efisien dan tidak perlu lagi mendatangi puskesmas. Adapun kegiatan PSN dilakukan dengan cara 3M, yakni membersihkan tempat yang menjadi penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan memanfaatkan ulang barang bekas yang berpotensi jadi tempat perkembangbiakan nyamuk. 

Dilanjutkan, bahwa kelompok yang paling rentan terhadap penularan penyakit DBD adalah anak-anak. Untuk memberikan pemahaman, Tunggal Dara yang juga terintegrasi dengan Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) melaksanakan program Sicentik atau Siswa Cari Jentik. Program yang dilakukan di tingkat SD dan SMP ini bertujuan untuk membiasakan anak-anak untuk melakukan PSN sejak dini. 

Setelah Tunggal Dara diimplementasikan, Hendrar menceritakan bahwa terjadi peningkatan kecepatan pelaporan infeksi dengue dari rumah sakit ke Dinas Kesehatan. Selain itu, kecepatan pelacakan lapangan sebagai upaya penyelidikan epidemiologi (PE) juga mengalami peningkatan, yang telah jauh melampaui target yang telah ditetapkan dalam rencana strategis PE.

Pengendalian DBD melalui Tunggal Dara juga dievaluasi secara berkelanjutan. Hasil evaluasi tersebut dilihat dari berbagai sisi, antara lain meningkatnya kecepatan laporan infeksi dengue dari rumah sakit, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam melakukan kegiatan pencegahan secara mandiri, kegiatan pemantauan jentik serentak yang dilakukan seminggu sekali, hingga meningkatnya partisipasi sekolah yang melaksanakan program Sicentik. 

Berkat Tunggal Dara, kerja sama lintas sektor sangat dipermudah dengan bantuan sistem informasi, sehingga informasi dan analisa mengenai penyakit dan pasien DBD dapat diakses dengan mudah, cepat, kapanpun, dan dimanapun. “Adanya peningkatan kecepatan informasi ini sangat memungkinkan bagi pengambil kebijakan untuk cepat memutuskan cara penanggulangan penyakit DBD sehingga kasus DBD yang berada di Kota Semarang dapat ditekan penyebarannya,” pungkas Hendrar.(p/ab)