KNOWLEDGE MANAGEMENT, TREN DI PERHUTANAN SOSIAL Catatan Tren Digital Perhutanan Sosial masa depan

By Admin


Linda Krisnawati, S.Si. MEM

Kasie jejaring Kaukus Politik dan Ormas LHK

Direktorat Kemitraan Lingkungan

nusakini.com - Percakapan seru di room chat dan online meeting membuka weekend kali ini , dan saya yang sedikit terlambat bergabung karena kendala teknis di zoom meeting E-learning Perhutanan Sosial Paska 

Ijin harus langsung tune-in di kelas berisi 30 peserta angkatan 7 BDLHK Samarinda yang lumayan aktif dan semua berasal dari Kalimantan. Beruntungnya lagi pagi ini punya tandem tutor yang asik Bapak Rivani Noor Machdjoeri , Tenaga Ahli Menteri LHK TAM Penanganan Konflik Agraria dan Mediasi yang hari ini dengan sigap mengawali penjelasan tentang knowledge management pada peserta.

Saya terkesima, dari awal melihat tugas mandiri mata pelatihan (MP) 7 Knowledge Management atau Pengelolaan Pengetahuan, yang mereka kirimkan semalam. Isinya sangat bagus dalam menjawab pertanyaan, menceritakan dan menuliskan pengalaman mereka dengan struktur yang sangat rapih dan menarik lengkap dengan foto-fotonya. Saya buka tugas Pak Hendrawan, yang menuliskan bentuk pemetaan sederhana yang mereka lakukan untuk penandaan blok areal kerja atau zonasi, dibuat dengan menggambar tangan jenis pohon berbeda sebagai batas kelola untuk pola agroforestry di dampingannya. Lain lagi dengan Ibu Yuniarti, pendamping LPHD Binusan, Kelompok Usaha Perhutanan Sosial sadar Wisata (KUPS Darwis) yang menuliskan bagaimana kelompok ini mengembangkan potensi air terjun lengkap dengan foto bahkan cerita tentang kendala dan upaya yang dilakukan. 

Senada dengan LPHD Binusan, Bapak Rusmayadi bersama LPHD Batu tangga juga menuliskan pengalamannya mengembangkan wisata gua ranuan dengan melewati air terjun haratai di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Subhanallah, keindahan misterius dalam kegelapan.. foto-fotonya begitu bagus rasanya terbayang suasana disana. Perjalanan wisata alam yang sangat menantang dimulai dari trekking di areal Air Terjun Haratai yang jalannya sudah menanjak dan terus menanjak. Karena memang satu – satunya jalan yang biasa dilalui menuju gua ini adalah dengan mendaki Gunung Tebing Antai, gunung yang berada di sisi Air Terjun Haratai. Tetapi lelah ini dibalas dengan pemandangan yang luar biasa indah.

Pengalaman pengelolaan pengetahuan tentang sertifikasi dan ijin edar BPPOM juga dituliskan oleh ibu Marnisa, tenaga Bakti Rimbawan di KPH Tarakan yang KTH –KTH nya mengembangkan produk hasil hutan bukan kayu atau HHBK berupa madu kelulut dan minyak kayu putih. Mereka telah berhasil melakukan sertifikasi produk, bahkan semua pengedar produk HHBK ini telah memiliki semua ijin. Pengelola juga sudah memiliki sertifikat penyuluh keamanan pangan dan berhasil mendapatkan PIRT atau produk industri rumah tangga yg memiliki ijin edar resmi. Selain itu masih ada pendampingan lain untuk produk hasil perikanan yang sedang berjalan, semoga inipun segera berhasil juga ya bu.


Gambar sertifikat POM

Lainnya halnya pak Hari Surya dari KTH Tiran Lestari, yang bercerita seru secara online kepada peserta tentang air berkhasiat dari akar bajakah, satu lagi pengetahuan kearifan lokal yang perlu didokumentasikan sebagai potensial kekayaaan hayati tanaman obat asli Indonesia. Kita tahu Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah kekayaan keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil. Terdapat hampir 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies tumbuhan diantaranya berkhasiat sebagai obat. Dari jumlah itu, baru 22 % yang telah dibudidayakan, sisanya 78 % masih diambil langsung dari hutan (Dephut, 2010). Dengan kekayaan yang sangat melimpah tersebut, tentu menjadi peluang yang sangat besar untuk lebih mengembangkan dan memasyarakatkan tanaman berkhasiat obat. Domestifikasi tanaman obat liar di hutan menjadi tanaman budidaya perlu dilakukan tentunya. Potensi biofarmakope ini belum tergali sepenuhnya, dan bukan tidak mungkin pengembangan wanafarma (pola tanam yang memadukan tanaman hutan (wana) dan tanaman obat (farma) - (Yusron, 2010) di lahan perhutanan sosial bisa mendatangkan kesejahteraan sekaligus menjaga keanekaragaman hayati tanaman obat yang hampir punah dan dilindungi oleh UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Pola ini juga sudah banyak dilakukan untuk pengembangan usaha hutan sosial, karena dapat memberikan kontribusi ekonomi pada keluarga petani.

Ibu Hanarita pendamping dari LPHD Tana Olen di Malinau Selatan Hilir menuliskan walaupun masyarakat dampingannya dari hidup dengan berladang pindah-pindah tempat tapi mereka punya komitment tinggi untuk tidak merusak hutan apalagi memasuki areal hutan yang mereka lindungi. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan menerapkan kearifan lokal karena mereka sadar hutan sebagai wilayah lindung merupakan warisan tabungan masa depan anak cucu mereka. 

Jefri, pulang pisau (LPHD Pamarunan), menuliskan tentang kegagalan dan solusi yang dilakukan saat ini. Berawal dari permasalahan proyek 1 juta Ha lahan gambut, kawasan hutan dibabat habis, kayunya diambil semua, areal bekas tebangan di buat kanal kanal raksasa, dimaksud agar gambut kering dan bisa digunakan untuk areal penanaman palawija. 15 buah alat berat (excavator) tenggelam dikawasan lahan gambut ketika melakukan land clearing, hal tersebut disebabkan ketidak tahuan kedalaman gambut diareal tersebut. Diperkirakan kedalaman gambut tsb lebih 15 meter pada saat itu. Sekarang dampak dari sisa proyek 1 juta Ha lahan gambut tersebut menimbulkan dampak lingkungan yang luar biasa, menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan yang cukup hebat pada tahun 1997 hingga sekarang. Oleh sebab itu, berdasarkan pengalaman tersebut, sekarang dilakukan pembuatan sekat sekat pada kanal kanal yang berada di areal gambut, guna membasahi kembali gambut tersebut, sehingga jika musim kemarau, dapat mengurangi kebakaran lahan gambut.

Dampak pandemic Covid 19 hampir 3 bulan lebih ini kita rasakan, yang tentunya kita sudah mulai merasa bosan, akibat rutinitasyang dibatasi mulai terasa menjenuhkan selain itu kurangnya sarana hiburan juga hilangnya kesempatan untuk berkumpul bersama teman ataupun keluarga. Kerinduan untuk keluar dari rumah dan berinteraksi dengan orang-orang tanpa batasan karena harus jaga jarak dan sebagainya, tentu banyak diinginkan orang-orang yang menjalani isolasi di rumah. Pak Dadang dari USAID LESTARI menceritakan pada kami dikelas E learning Perhutanan Sosial Pasca Ijin angkatan 11- BDLHK Samarinda, bagaimana Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang beliau dampingi melakukan terobosan untuk KUPS jasa wisatanya pada masa new normal ini melalui ekowisata virtual, menjadi salah satu tawaran menarik. Memanfaatkan jaringan internet dan memastikan sinyal cukup bagus di lokasi wisata virtual, bahkan penyiapan video dengan konten menarik dilokasi wisata, pemandu yang handal dan tentunya dengan menggandeng perusahaan travel dari mancanegara dan juga promosi yang cukup intens di media sosial telah berhasil membuat ekonomi KPS tetap bisa berjalan meskipun keuntungan tidak sebesar wisata langsung. Kegiatan wisata virtual ini juga sudah mulai marak dijual di kelompok-kelompok jasa wisata lainnya dan ini menjadi tren digital marketing dalam perhutanan sosial saat ini.

Itu baru sebagian cerita dari proses knowledge management atau pengelolaan pengetahuan yang terjadi dalam pelaksanaan program Perhutanan Sosial selama ini. Selanjutnya saya akan gunakan istilah pengelolaan pengetahuan saja. Pengelolaan pengetahuan ini nampaknya langsung mengena dihati peserta pelatihan karena ternyata tanpa disadari mereka telah melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pemanfaatan digital media di era new normal sebagai pilihan adaptif terhadap situasi yang dihadapi sekarang ini menjadi satu kebutuhan di berbagai level, Dunia siber menjadi bukan barang baru lagi buat masyarakat kita pun di masyarakat perhutanan sosial.

Berikut beberapa tren yang terjadi dalam pengelolaan pengetahuan di Perhutanan Sosial sebagai pilihan dalam adaptive life saat ini oleh masyarakat perhutanan sosial

Tren 1. Pengetahuan di bidang Perhutanan Sosial

Proses pendampingan Perhutanan Sosial menghasilkan informasi dan pengetahuan yang dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa di lokasi berbeda. Pengelolaan pengetahuan merupakan proses yang dimulai dari perencanaan, implementasi dan pemantauan. Dalam tahap perencanaan, pendamping dan petani menyusun peta jalan pengelolaan pengetahuan bersama-sama kelompok Perhutanan Sosial (KPS). Tahap perencanaan penting disusun sebagai acuan pendamping KPS dalam mengelola pengetahuan pada semua tahapan implementasi pasca-izin PS. 

Para peserta pelatihan E learning yang notabene adalah pelaku perhutanan sosial, petani penerima ijin akses kelola dan pendampingnya, mereka telah banyak mengumpulkan informasi dan menghubungkan informasi tersebut ke masyarakat atau anggota kelompoknya (KPS/KUPS). Hampir semua peserta sudah melakukan bahkan sudah menuangkannya dalam rencana kelola usaha dan rencana kerja tahunan serta dokumentasi akte pendirian kelompok-kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Pengelolaan pengetahuan perhutanan sosial yang mencakup informasi yang tidak terstruktur eperti dokumen, file audio, video, dan aset lainnya pun sudah banyak tersedia hanya mungkin selama ini belum semua terdokumentasikan dengan baik. 

Apalagi sejak ada internet dan fragmentasi informasi yang dihasilkan lintas platform, manajemen pengetahuan ini akan terus menjadi tren dalam Perhutanan Sosial di masa depan. Teknologi yang saat ini sedang berkembang memungkinkan untuk lebih banyak kolaborasi dan ruang kerja yang lebih cerdas. Desain produk-produk hasil hutan sosial pun menjadi lebih menarik, “eye cathing“ dan barang atau produk-produk perhutanan yang ditawarkan pun menjadi lebih kompetitif. 

Dengan teknologi digital yang berkembang saat ini para pelaku hutan sosial akan bekerja lebih efisien, dengan memiliki semua informasinya, tidak peduli aplikasi mana yang mereka gunakan untuk mendapatkan informasi. Meningkatkan mutu produk Inovasi produk (uniqueness), selalu mengikuti perkembangan teknologi dalam bisnis, bahkan penggunaan media sosial untuk memasarkan produk sudah bukan barang baru lagi. Beberapa bahkan memanfaatkan E-commerce untuk menjual produknya. Sudah nenjadi tren baru dikalangan pelaku usaha hutan sosial saat ini.

Tren 2. Perubahan Budaya Kerja – New norma petani PS selalu “belajar dan bekerja keras”

Pendampingan Pengelolaan pengetahuan sendiri bertujuan menyusun perencanaan yang dapat menjadi acuan bagi tugas-tugas terkait pengelolaan pengetahuan, menuliskan dan menyebarluaskan pembelajaran yang didapat dari lapangan, dan merefleksikan antara perencanaan dgn realisasi, faktor-faktor pendukung dan penghambat, aksi selanjutnya untuk memperbaiki/ mengembangkan pengelolaan pengetahuan.

Pandemic Covid -19 yang saat ini masih berlangsung telah membuat banyak perubahan-perubahan dalam berusaha dan tatanan kehidupan sehari-hari. Perubahan budaya kerja juga mulai terjadi di masyarakat perhutanan sosial yang awalnya banyak masih belum mengenal teknologi digital, kemudian membelinya bahkan menggunakan generasi gadget 4G atau terbaru. Tapi semua alat ini tidak berguna tanpa perubahan budaya atau etos kerja, jika hanya dipakai untuk bermain games, medsos dan lainnya. Rata-rata kelompok Perhutanan Sosial / Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KPS/KUPS) yang bekerja keras dan sukses , pasti memiliki pimpinan atau champhion yang gesit dan kompetitif serta arif dalam penggunaan teknlogi digital untuk pengembangan dan penjualan produk hasil hutan, termasuk memanfaatkan kemampuan anggota kelompok ‘millenial’ untuk promosi produk hasil hutan (HHBK/HHK) dan jasa lingkungan yang mereka kembangkan.  

Perubahan Budaya kerja terjadi begitu cepat. Remote working merupakan budaya kerja baru ditengah mewabahnya virus Covid-19 ini, sebetulnya pada industri kreatif bekerja dari rumah atau WFH ini bukanlah hal yang baru. Dimana pegawai dituntut untuk produktif dan profesional. Mungkin sebagian karyawan/pegawai tak biasa untuk menerapkan sistem ini. Bagaimana dengan masyarakat yang bekerja di areal perhutanan sosial ?

Adaptasi budaya kerja pun sudah mulai dilakukan, penjualan hasil produk hutan sosial banyak dilakukan secara online bahkan menjual produk wisata virtual pun bisa menghasilkan keuntungan. Petani Hutsos juga mulai berpikir untuk merubah penjualan produk mentah ke produk setengah jadi ataupun produk jadi, melakukan terobosan-terobosan untuk merubah packaging produk agar lebih menarik, sampai memberikan sertifikasi produk dan label aman untuk dikonsumsi dari BPPOM dan lainnya. Pembiasaan-pembiasaan barupun terjadi apalagi di masa the new normal atau pasca pandemic Covid 19 ini, dimana penjualan produk hutan sosial bukan kayu seperti madu, kopi, rempah produk obat-obatan asli Indonesia, minuman kesehatan dan lainnya lebih banyak dilakukan secara online sistem dan tentunya ada peningkatan ekonomi disini sebagai upah dari belajar dari adaptasi terhadap situasi kehidupan yang dihadapi saat era new normal ini dan kerja keras. 

Tren 3. Perhutanan Sosial berbasis Digital Marketing 


Gambar. Kataloq pesona wisata

Pendokumentasian proses pendampingan di lokasi akses kelola perhutanan sosial meliputi pencatatan, pembelajaran dari proses pendampingan termasuk kegagalan dan solusinya. Publikasi dari dokumen pembelajaran dibuat (elektronik atau cetak) untuk kemudian disampaikan ke berbagai pihak. 

Kebanyakan pelaku hutan sosial bahkan para petani pemegang ijinnya pun sekarang banyak lebih memilih tempat penyimpanan dan alat kerja digital seperti smartphone maupun laptop. Walaupun tidak terlepas masih adanya proses pendokumentasian manual dengan pencatatan diatas kertas/flipchart yang ditempelkan didinding / papan karena akan lebih mudah dibaca oleh semua anggota kelompok Perhutanan sosial. 

Bentuk penjualan hasil hutan sosial sekarang pun sudah melalui Kataloq Hutsos yang ditayangkan secara online lewat web Sinav BUPSHA (Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat). Selain itu pelaku usaha hutan sosial juga banyak melakukan inovasi produk dan mengikuti perkembangan teknologi dalam bisnis, menggunakan media sosial untuk memasarkan produk dan memanfaatkan beberapa E-commerce untuk menjual produk dan sebagainya.


Gambar 3. Kataloq hutsos

Saat ini , sebanyak 72% konsumen sudah terhubung dengan brand pilihan mereka melalui beragam chanel pemasaran digital yang ada. Namun demikian, walaupun mayoritas konsumen dan pemilik usaha memilih rute pemasaran digital, masih ada usaha kecil yang tidak mengikuti tren ini. Sistem digital marketing tak serumit yang kita bayangkan. Pemasaran digital telah banyak memberikan manfaat besar bagi para pengusaha maupun konsumen. Pemanfaatan digital marketing tidak bisa dipungkiri sudah menjadi tren di perhutanan sosial. Hampir semua mulai merambah kearah digital ini , terutama untuk promosi dan penjualan produk mereka bahkan untuk berbagi pengetahuan di lapangan. Cara ini diyakini lebih mudah untuk menghubungkan petani Hutsos dengan konsumen/offtaker dimanapun bahkan bisa secara langsung tanpa melalui tangan ke dua atau ketiga.

Melalui digital marketing, petani hutsos lebih dapat menjangkau pasar lebih banyak luas, pemasaran digital ‘membuka’ jalan upaya pemasaran yang akan membuahkan hasil yang lebih menguntungkan. Selain itu para petani hutsos bisa menjangkau pengguna mobile (Smartphone), yang tentunya melalui pemasaran digital ini bisa membawa mereka memasuki area pasar raksasa, dimana kegiatan pemasaran digital melalui perangkat mobile menghasilkan hingga 34% dari keseluruhan trafik jual beli. Menurut e-Marketer, teknologi mobile juga mempengaruhi perilaku pembelian konsumen tersebut, dimana hampir rata-rata orang dewasa selalu menggunakan perangkat mobile mereka setiap saat.

Tren 4. Lessons learned dari perhutanan sosial

Tren pembelajaran pada masa new normal seperti saat ini dan masa yang akan datang, sangat tergantung pada budaya belajar. Strategi pembelajaran hanya efektif dalam budaya kelompok yang ingin belajar dan dengan cepat mengubah strategi berdasarkan pembelajaran tersebut. Hal ini tidak hanya mencegah kesalahan berulang, tetapi lessons learned dari strategi pengelolaan pengetahuan yang efektif akan memastikan bahwa pengetahuan tetap dipertahankan bahkan bisa dikembangkan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya dan ekologi/lingkungan yang berkelanjutan. Proses pendampingan di Perhutanan Sosial harus bisa menghasilkan informasi dan pengetahuan yang dapat disebarluaskan kepada berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran untuk diterapkan pada program serupa di lokasi yang berbeda atau replikasi. 


Seringkali salah dipahami bahwa proses membuat atau mendapatkan lesson learned itu dilakukan di akhir kegiatan. Proses ideal dari menuliskan atau mencatat lesson learned adalah setiap terjadinya tahapan kegiatan, hal ini sangat baik karena pada saat itu, ingatan, catatan dan detail informasi yang dapat dicatatkan sangatlah detail dan terhindar dari bias. Selain itu, dengan menuliskan atau mengumpulkannya secara berkala akan terhindar dari missing link information, karena narasumbernya sudah tidak ada atau pindah lokasi tinggal. Kemudian, sangat penting untuk menuliskan lesson learned itu secara rutin, dapat harian, mingguan, atau bulanan disetiap tahapan kegiatan dan lintas sektor. 


Tentunya pengelolaan pengetahuan tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu tahapan kerja, namun bersifat lintas sektor, harus ada pada setiap tahapan implementasi pasca-izin Perhutanan Sosial. Contoh cerita diawal tulisan ini merupakan lessons learned dan best practices dari model pengelolaan hutan sosial.


Tren 5. Pengelolaan sistem informasi dan navigasi Perhutanan Sosial – SiNav PS

Keamanan informasi berada di garis depan setiap transformasi digital. Dengan menanamkan keamanan dalam strategi manajemen pengetahuan dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan eksternal, mendapatkan pengetahuan sebelumnya tentang ancaman keamanan siber yang mungkin terjadi (Lamont, 2018). Basis data merupakan komponen yang penting dalam berbagai sistem informasi . Dewasa ini penggunaan sistem informasi sudah menjadi sebuah kebutuhan primer bahkan sistem informasi sudah diterapkan pada berbagai lini untuk mempermudah pekerjaan yang efektif dan efisien. Penyajian data pada sebuah sistem informasi sangat bergantung pada perancangan basis data dimana data yang diolah harus valid, dan benar. Fungsi validasi data merupakan salah satu bagian terpenting dalam perencanaan basis data. Mata pelatihan MP 8 atau monitoring dan evaluasi telah memperkenalkan sistem ini para seluruh peserta E learning.

KLHK melalui Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan telah memiliki Sistem Informasi dan Navigasi Perhutanan Sosial atau dikenal dengan nama SiNav PS. Perdirjen PSKL No. P.1/PSKL/KELING/KUM.1/1/2019 tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial juga telah menjelaskan secara rinci sistem basis data ini. Validasi data berupa kelengkapan informasi memainkan peranan sangat penting dalam pengembangan sistem basis data perhutanan sosial ini. Mengingat fungsi dari SiNav PS sendiri cukup banyak , dimana SiNav sebagai sistem pemantauan capaian kinerja Program PSKL (Sistem Register Nasional Perhutanan Sosial); sebagai Sumber data & informasi Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (dimana kami menganut keterbukaan informasi publik); Menentukan arahan kebijakan/intervensi program terhadap dinamika dan kondisi pengelolaan perhutanan sosial pada seluruh level; bahkan sebagai dasar perencanaan anggaran dan kegiatan serta bahan Publikasi dan Promosi produk/komoditi Perhutanan Sosial. Pemanfaatan aplikasi sekelas SiNav ini akan jd salah satu cara menjamin keberlangsungan program dan produk hasil perhutanan sosial secara terintegrasi. 

Selain itu melalui SiNav BUPSHA , dapat dililihat sebaran dan perkembangan KUPS, Warning System terhadap ketersediaan pendamping pada areal izin PS , juga memantau aktifitas dan perkembangan KUPS di tingkat tapak secara real time dan berkelanjutan termasuk bisa untuk memantau kinerja pendamping, memantau dampak Program/Kegiatan PS (kelembagaan, tutupan lahan, komoditas, kinerja dan pendapatan KUPS). 

Tren 6. Mind Mapping

Mind maping atau pemetaan pikiran adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Dengan 80-90% informasi yang diterima otak berawal dari mata dan 65% populasi adalah pembelajar visual, tidak heran jika pemetaan pikiran adalah alat manajemen pengetahuan yang efektif. 

Dalam mind mapping ini sebenarnya terkandung apa yang ingin dicapai dalam knowledge management atau pengelolaan pengetahuan. Tujuannya adalah tersusunnya perencanaan yang dapat menjadi acuan bagi pendamping Perhutanan Sosial untuk pengelolaan pengetahuan; kemudian menuliskan dan menyebarluaskan pembelajaran dari lapangan; dan merefleksikan antara perencanaan dengan realisasi, faktorfaktor pendukung dan penghambat, dan aksi selanjutnya untuk memperbaiki/mengem bangkan pengelolaan pengetahuan. Hasil akhir atau output yang diharapkan dari tren ini adalah tersedianya dokumen strategi perencanaan pengelolaan pengetahuan, dokumen pembelajaran dan pengetahuan baru berdasarkan fakta dan pengalaman lapangan serta catatan pemantauan proses pendampingan yang akan dimasukkan dalam Laporan KPS/KUPS.

7: Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) 

Pendampingan Perhutanan Sosial yang optimal harus menjadi sebuah proses pembelajaran yang dapat mentransfer dan menstransform pengetahuan, keahlian dan perubahan perilaku yang dapat mendukung proses pengelolaan hutan secara berkelanjutan dari pendamping kepada pemegang izin/hak dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. 

SDM di Perhutanan Sosial sebaiknya tidak lagi dilihat hanya sebagai objek tetapi merupakan asset yang penting. Apalagi melihat capaian Perhutanan Sosial yang disebutkan oleh Bapak Dirjen PSKL, DR Bambang Supriyanto bahwa per 26 Maret 2020 , luasan lahan yang telah diberikan aksesnya kepada masyarakat adalah 4.147.875,30 Ha dengan jumlah SDM mencapai ± 857.819 KK (Kepala Keluarga) dan jumlah SK yang telah diberikan 6.620 Unit SK Ijin/Hak kelola. Jumlah yag tidak sedikit, bayangkan dalam 1 KK min 2 orang saja maka akan ada tenaga SDM sejumlah 1.715.638 orang. Sumber daya manusia adalah asset luar biasa. Kita tidak bisa terus menerus bergantung pada sumber daya alam untuk memajukan perekonomian. Petani hutan sosial yang jumlahnya luar biasa ini, harus bisa merebut rantai dagang agar ada peningkatan nilai pendapatan yang akan menaikkan ekonomi.  

Masyarakat Perhutanan sosial harus menjadi pelaku ekonomi itu sendiri, bukan pekerja buruh. Membangun pusat-pusat ekonomi baru berbasis desa. Kita mengenal adanya evaluasi terhadap kinerja ijin keberhasilan perhutanan sosial berdasarkan capaian Kelom[ok Usaha PS (KUPS) nya, ada blue, silver, gold dan platinum (mandiri). Tren saat ini , KUPS semakin bertambah banyak, meningkat, bahkan banyak yang mencapai level Mandiri. Semuanya ini adalah aspek ekonomi dan sosial, tren sumber daya manusia berhasil Inilah keberhasilan program perhutanan sosial.  

Pengelolaan pengetahuan adalah katalis transformatif yang akan membawa kita ke era pengetahuan. Pentingnya manajemen pengetahuan diintegrasikan ke dalam budaya kerja di era new normal dan menciptakan budaya belajar dan berkolaborasi akan memastikan bahwa Perhutanan Sosial ke depan akan lebih berkembang lagi dalam transformasi digital.

Tren dalam pengelolaan pengetahuan tidak hanya menyediakan ruang kerja yang lebih bermakna bagi para pelaku hutan sosial untuk terlibat dalam pekerjaan mereka; tetapi tren ini memungkinkan pengembangan program dalam perhutanan sosial menjadi lebih efisien, lebih aman, dan lebih energik bahkan lebih maju dari sebelumnya. Pendokumentasian pembelajaran dan pengetahuan baru penting untuk menunjang program perhutanan sosial secara umum karena dimungkinkan pembelajaran dan pengalaman disuatu tempat, dapat diterapkan ditempat yang lain dengan penyesuaian – penyesuaian lokasi dan kondisi tentunya. 

Lebih jauh lagi, pembelajaran dan pengetahuan ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam proses pengambilan keputusan atau penentuan kebijakan ke depan terutama terkait pengembangan program perhutanan sosial. Pengelolaan pengetahuan diharapkan dapat menjadi wadah bersama dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman agar didapatkan strategi dan inovasi yang lebih efektif dan efisien, dan melalui pemanfaatan teknologi digital diharapkan dapat mempercepat tata kelola usaha perhutanan sosial yang berkelanjutan di masa depan.

Salam 5 Jari,


Note : 

catatan tren dalam Knowledge Management ini ditulis dan telah disesuaikan 

dengan bidang perhutanan sosial dan pendekatan based community

based social marketing (CBSM)