Mahasiswa Indonesia di Amerika Bagikan Pengalaman Kuliah dan Riset di Kampus Top Dunia

By Abdi Satria


nusakini.com-Washington D.C-Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington D.C., Popy Rufaidah, menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong forum pertukaran informasi bagi generasi muda Indonesia tentang pengalaman dan kesempatan studi di Amerika Serikat, serta kolaborasi riset antar peneliti di kedua negara.

Mewujudkan hal tersebut, KBRI Washington D.C. menghelat Webinar Bincang Karya (Bianka) Seri-28 Bidang Bisnis secara daring. “Bianka bertujuan untuk membuka potensi-potensi kesempatan kolaborasi antara Indonesia dan Amerika Serikat. Selain itu, lewat Bianka, kami ingin mendorong semakin banyak warga Indonesia yang studi ke Amerika Serikat,” tutur Atdikbud Popy.

Acara menghadirkan tiga perwakilan perguruan tinggi terbaik di Amerika. Director of Outreach, Master of Business Administration (MBA) Admissions, Stanford Graduate School of Business, Stanford University, Will Torres, mengungkapkan pihaknya mendukung mahasiswa bukan hanya dari segi akademik tapi juga pendanaan untuk kelancaran studi. “Pembiayaan untuk semua mahasiswa baik domestik maupun internasional ketika diterima di MBA Stanford,” tutur Will.

“Ada banyak kesempatan bagi mahasiswa yang diterima di MBA Stanford dalam bentuk magang, bekerja dengan pendiri bisnis, dan atau peluang lainnya, bila Anda adalah seorang pendiri bisnis dan akan mengembangkannya di Amerika,” terang Will.

Direktur Riset Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Wisnu Sardjono, mengatakan bahwa bidang bisnis dan kewirausahaan memiliki dampak signifikan dalam kehidupan masyarakat, baik sebagai karyawan, konsumen, pemasok dan sebagai bagian dari masyarakat keseluruhan. “Ada 43 penerima beasiswa kewirausahaan di tahun 2021. Mereka akan belajar di sekolah bisnis dunia dan 58% di antaranya berencana untuk belajar di Amerika Serikat,” terang Wisnu.

Wisnu juga menambahkan jika untuk pendanaan penelitian 2022, secara kumulatif, LPDP telah membuktikan pendanaan sebanyak 1668 proyek penelitian dengan total dana Rp1,3 triliun dalam penelitian bidang kesehatan, kedokteran, kendaraan listrik, humaniora dan sosial humaniora, teknik, serta penanggulangan bencana.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), Jamal Wiwoho, mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan regenarasi sumber daya manusia bidang bisnis dan kewirausahaan mengingat perkembangan teknologi saat ini yang begitu pesat. “Bidang bisnis ini perlu diisi oleh muda-mudi bangsa yang modern agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman apalagi dengan maraknya digital platform. Indonesia harus siap mengikuti perkembangan jaman yang semakin pesat apalagi di dunia bisnis,” tutur Jamal.

Selain itu, hadir pula Associate Director, Massachusetts Institute of Technology (MIT), Sloan School of Management, Stephanie Butler. Dikatakan Stephanie, “Saat ini ada beberapa laboratorium mengkaji permasalahan dari perusahaan yang ada, antara lain bidang: kesehatan, kewirausahaan global, manajemen proyek digital, keberlanjutan, dan manajemen bisnis.”

Program Director of Master of Sciences in Tourism, Hospitality and Event Management, George Washington University, Cevat Tosun, dalam presentasinya, membagikan pengalaman di tingkat program studi dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Saya harus menggarisbawahi bahwa kita benar-benar mengikuti apa yang saat ini terjadi di industri dan dalam konteks Covid-19. Kami secara rutin menyelenggarakan seminar virtual untuk menganalisis tentang dampak Covid-19 pada industri pariwisata. Misalnya, pengalaman suatu hotel bintang lima di Amerika Serikat yang membuka hotel baru selama Covid-19,” tutur Cevat.

Sedangkan terkait kolaborasi riset, Cevat mengatakan, “Dalam hal kerja sama penelitian, kami terbuka dan selama liburan musim panas ini antara Mei dan September atau Agustus. Fakultas kami di program kami sangat termotivasi untuk bekerja sama dengan universitas di Indonesia.”

Tiga mahasiswa berprestasi Indonesia yang sedang melanjutkan studi di ketiga kampus tersebut hadir berbagi pengalaman tembus studi di perguruan tinggi terbaik dunia tersebut. Fransiska Putri Wina Hadiwidjana, mahasiswa Program MBA, Stanford University sekaligus Penerima Beasiswa LPDP, mengungkapkan, “Kuliah MBA tidak diharuskan melakukan riset karena untuk mendaftar MBA yang dilihat adalah hal apa yang sudah kita kerjakan, serta pengaruh apa yang kita ciptakan. Baik untuk institusi kita berasal atau organisasi,” jelas Fransiska.

Ditambahkan Fransiska, ada sejumlah kelebihan belajar MBA di Standford University, yaitu aktivitas pendukung pengembangan karir mahasiswa, baik di dalam maupun luar kampus. “Salah satu programnya diberi nama Arbuckle Fellow. Ini adalah program untuk mahasiswa MBA untuk terpilih menjadi coach bagi mahasiswa MBA yang baru masuk. Unsur terpenting juga adalah menjalin pertemanan dengan sesama mahasiswa selama kuliah,” tutur Fransiska.

Selain itu, Mahasiswa Program Doktoral Bidang Operations Research di Massachusetts Institute of Technology (MIT), yang juga adalah penerima beasiswa dari MIT, Fransisca Susan, menceritakan perjalanannya menempuh jalur cepat (fast track) ke program PhD di MIT. Fransisca mengakui dirinya adalah contoh mahasiswa yang diterima studi program doctoral langsung dari tingkat sarjana (S1). “Ini lazim di Amerika, asalkan mahasiswa tersebut sudah mempunyai pengalaman riset sebelumnya,” tutur Susan.

Saat ini, Susan sedang fokus pada riset bertopik Designing Data-Driven Algorithms for Online Marketplaces, yaitu perancangan machine learning algoritma berbasis data untuk online market places seperti Amazon, Google dan Facebook. “Contohnya, dalam platform tiket daring, marketplace mengurutkan produk secara optimal berdasarkan profil pelanggan yang datang untuk memudahkan pelanggan mencari dan membeli tiket yang mereka inginkan,” tambahnya.

Mahasiswa Master Bidang Tourism, Hospitality and Event Management di George Washington University, Astina Yanti Kabbi, mengungkapkanbahwa dirinya memilih studi di AS karena AS merupakan salah satu negara yang peduli terhadap perkembangan pariwisata. “Saya memilih George Washington University karena dipertemukan dengan beberapa organisasi pariwisata tingkat global dan kurikulum yang sesuai pengembangan pariwisata di Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia Timur,” ungkap Astina.

Astina yang juga menerima Beasiswa LPDP juga membagikan riset yang tengah dikerjakannya, yaitu terkait sampah plastik. “Topik riset saya adalah the Social, Environmental, and Economic Impact of Waste (Plastic Pollution) in Indonesia, yang bermanfaat dalam menunjang pengembangan pariwisata,” pungkas Astina.

Ketua Program Studi Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Yudi Azis, menjadi pemandu acara yang mendapat dukungan penuh dari LPDP, Kemendikbudristek, serta MRPTNI dan sekaligus sebagai dukungan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. (rls)