Mangga Organik Sejahterakan Petani Pasuruan
By Admin
nusakini.com - Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur terkenal sebagai sentra produksi mangga. Luasannya sekitar 2 ribu hektare dan tanaman ini dengan mudah dapat ditemui. Hampir di tiap rumah tangga, halaman rumahnya penuh dengan pohon mangga. Varietas yang umum terdapat di Pasuruan antara lain harumanis, golek, garifta dan gadung. Mangga gadung klon 21 atau dikenal mangga alpukat populer ditanam di daerah ini.
Kebun mangga kelompok tani Kerto Sari IV memiliki lahan sekitar 50 hektare berlokasi di Desa Oro-Oro Rombo Wetan. Salah satu petaninya, Wari, memiliki kebun 2 hektare dengan jumlah tanaman sekitar 200 pohon. Dari hasil kebun inilah Wari bergantung untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Saya menanam sejak 1997 dan saat ini pohon mangganya sudah berumur 22 tahun. Pada awalnya saya mengelola kebun mangga tumpang sari dengan komoditas sayuran. Ketika tanaman mangga makin besar, tidak memungkinkan lagi untuk tumpeng sari dengan sayuran. Dari situlah saya fokus mengembangkan manga,” ujar Wari.
Wari dan para petani mengelola kebun mangga secara intensif mulai dari keperluan pemupukan, pemangkasan, pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta menjaga kebersihan kebun. Para petani merasa gangguan lalat buah sangat merugikan. Untuk mengatasi, para anggota kelompok konsisten memasang perangkap lalat buah.
“Kami membungkus dan menjaga sanitasi buah terserang secara terus menerus. Pengelolaan lalat buah skala luas ini memberikan hasil memuaskan. Buah mangga aman dari serangan lalat buah. Sementara untuk nutrisi pohon saya menggunakan pupuk kandang dari sapi piaraan saja yang berjumlah 6 ekor,” tambah Wari.
Wari bahkan menjual kotoran sapi kepada petani lain yang membutuhkan. Sedangkan untuk pengairan dilakukan seminggu sekali dengan sumber air dari sumur bor. Untuk mengoperasionalkan pompa air diperlukan bahan bakar sekitar 5 liter per hari.
Mangga milik Wari dapat berproduksi sekitar 200 kg per pohon per musim. Dalam satu tahun, bisa panen dua kali. Harga mangga rata - rata di tingkat petani sekitar Rp 20 ribu per kg. Dengan kepemilikan 200 pohon dalam 2 hektare, maka penghasilan rata - rata Rp 1 milyar per tahun.
“Alhamdulillah dengan hasil mangga ini saya dapat menyekolahkan anak dan hidup sejahtera,” kata Wari.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf mengemukakan agar pengendalian OPT khususnya lalat buah tetap konsisten dan diperluas ke kelompok tani lainnya.
“Untuk efisiensi penggunaan pupuk dan air, dapat dilakukan dengan memasang biopori dari paralon sebanyak 4 buah di setiap pohon. Dengan budidaya ramah lingkungan, kita hasilkan produk yang sehat, masyarakat sehat, sejahtera dan lingkungan yang terjaga. Ini juga upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca,” jelas Yanti. (pr/eg)