Menag Dorong Injeksi Computational Thinking pada Madrasah

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi mendorong dilakukannya injeksi Computational Thinking (CT) di lingkungan Madrasah. Menurut Menag, hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan siswa madrasah yang berdaya saing dan mampu beradaptasi dalam dunia digital di era Revolusi Industri 4.0.

Hal ini dikemukakan Menag saat membuka Webinar tentang Injeksi Computational Thinking di Madrasah, yang digelar oleh Direktorat Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah bekerja sama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. “Saat ini, kita memasuki era revolusi industri 4.0 di mana ada pergeseran kebutuhan profil kompetensi dulu dengan kebutuhan kompetensi anak-anak kita sekarang dan nanti,” kata Menag, Senin (02/11).  

“Anak-anak kita yang saat ini belajar di madrasah membutuhkan kompetensi abad 21, bukan kompetensi yang pernah kita pelajari dulu,” imbuhnya.  

Computational Thinking atau Pemikiran Komputasi sendiri merupakan pemikiran yang digaungkan oleh Seymour Papert dalam bukunya yang berjudul Mindstrom. Penguasaan Computational Thinking sangat penting di era digital saat ini, karena melalui kecakapan ini siswa diajarkan bagaimana berpikir seperti cara para ilmuwan komputer, dan menggunakan kemampuannya untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata.  

Menurut Menag, Revolusi Industri 4.0 membawa implikasi terhadap disrupsi jenis dan bentuk profesi di masa depan. Banyak ahli memprediksi bahwa di masa mendatang akan ada banyak profesi pekerjaan yang hilang atau tidak lagi dibutuhkan dan akan lahir jenis dan bentuk profesi baru yang mungkin belum kita kenal. “Banyak pekerjaan mungkin akan tergantikan oleh robot. Inilah tantangan dunia pendidikan kita saat ini,” kata Menag.  

Untuk menghadapi hal tersebut, Menag pun berpesan tiga hal. Pertama, Menag berharap pendidikan harus mampu membekali siswa dengan kemampuan untuk mengatur, memerintahkan, dan menguasai robot. Bukan malah sebaliknya manusia yang diatur dan dikuasai oleh robot.  

“Kedua, saatnya kita mulai mengubah mindset dan orientasi pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada formalitas administratif saja, seperti ijazah, gelar, piagam, dan sebagainya,” tutur Menag.  

Ketiga, Menag mengingatkan pentingnya penguasaan kemampuan dasar tentang logika, kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang baik, kemampuan dasar matematikan dan ilmu alam. Pesatnya kemajuan teknologi artificial intelligence dan robotik saat ini tidak mungkin dapat dikendalikan jika kita tidak mempunyai kemampuan dasar yang dibutuhkan.  

“Dalam konteks inilah kebutuhan penguasaan computational thinking bagi anak didik kita merupakan sebuah keniscayaan dan tuntutan zaman yang tidak bisa terhindarkan jika kita ingin mereka tetap survive di masa mendatang,” pesan Menag.  

Menag pun mengingatkan agar para siswa siswi serta guru madrasah tidak hanya puas menjadi penonton dan penikmat teknologi saja. “Tetapi sebaliknya kita harus juga menjadi pemain tekologi artificial intelligence dan robotik abad 21,” kata Menag.  

Menag pun menegaskan, Madrasah memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan pesatnya kemajuan iptek yang nyaris bebas nilai tersebut, dengan landasan nilai-nilai agama. “Inilah tantangan anak-anakku, siswa siswi madrasah agar mampu mengintegrasikan iptek dan imtaq secara seimbang dan proporsional,” tukas Menag. (p/ab)