Menteri Airlangga: Industri Furnitur Trademark Indonesia

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Pemerintah semakin menggenjot kinerja industri manufaktur yang tergolong sektor padat karya dan berorientasi ekspor. Langkah strategis ini guna memacu penciptaan lapangan kerja dan menguatkan struktur perekonomian nasional. 

“Salah satunya adalah industri furnitur dan kerajinan, pemerintah telah menetapkan sebagai bagian dari industri prioritas nasional. Apalagi, industri ini sebagai trademark Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2019 di Jakarta, Senin (11/3). 

Menurut Menperin, pengembangan industri furnitur di dalam negeri masih cukup prospektif karena ditopang dengan ketersediaan sumber bahan baku yang melimpah, di antaranya kayu dan rotan. “Untuk itu, industri furnitur berperan penting dalam mendukung kebijakan hilirisasi karena berbasis sumber daya alam lokal, yang terus dipacu nilai tambahnya,” tuturnya. 

Peluang itu, tercermin dari Indonesia sebagai penghasil 80 persen untuk bahan baku rotan dunia, dengan daerah penghasil rotan di Indonesia yag tersebar di berbagai pulau, terutama di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. “Kita punya 312 jenis spesies rotan, yang perlu dimanfaatkan untuk industri furnitur,” ungkap Airlangga. 

Selain itu, sumber bahan baku kayu juga sangat besar, mengingat potensi lahan hutan di Indonesia yang sangat luas dengan total hingga 120,6 juta hektare, terdiri dari hutan produksi seluas 12,8 juta Ha. 

“Dan, dengan anugerah Tuhan, kita memiliki iklim tropis sehingga berbagai jenis pohon dapat tumbuh cepat. Potensi sumber daya alam yang melimpah ini, seyogyanya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung perekonomian bangsa serta untuk kesejahteraan masyarakat,” paparnya. 

Menperin menegaskan, industri furnitur merupakan sektor hilir yang produknya memiliki nilai tambah tinggi dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Capaian ini, antara lain dapat dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja dan perolehan devisa dari ekspor,” sebutnya. 

Kementerian Perindustrian mencatat, sepanjang tahun 2018, kontribusi industri furnitur terhadap PDB industri nonmigas sebesar 1,36 persen. Di samping itu, pertumbuhan sektor industri furnitur di Indonesia memperlihatkan tren positif, di mana dari tahun ke tahun para pelaku usahanya semakin bertambah. Berdasarkan data BPS tahun 2017, tercatat sebanyak 1.918 unit usaha di skala menengah dan besar dengan menyerap tenaga kerja langsung hingga 200 ribu orang. 

Selanjutnya, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan. Pada tahun 2016, nilai ekspornya sebesar 1,60 miliar dolar AS, naik menjadi 1,63 miliar dolar AS di 2017. Sepanjang 2018, nilai ekspor produk furnitur nasional kembali mengalami kenaikan hingga 1,69 miliar dolar AS atau naik 4 persen dibanding tahun 2017. 

“Kinerja ekspor tersebut masih bisa terus ditingkatkan lagi, melihat potensi bahan baku yang ada. Pemerintah berharap industri furnitur dapat berperan lebih besar lagi dalam perekonomian nasional dengan target peningkatan ekspor sebesar 5 miliar dolar AS,” tandasnya. 

Untuk itu, Menperin menyambut baik atas penyelenggaraan IFEX yang dilaksanakan setiap tahun. Pameran furnitur terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara ini dihadiri lebih dari 4.000 pembeli potensial dari 127 negara. 

“Dari pameran ini, ditargetkan nilai penjualannya sebesar USD300 juta dan berdasarkan pengalaman tahun lalu, dalam enam bulan ke depannya bisa mencapai USD800 juta,” ungkapnya. Jadi, ajang ini menjadi momen yang baik dalam upaya meningkatkan ekspor furntur nasional. 

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto menuturkan, pihaknya mengapresiasi langkah Kemenperin yang mendorong kebijakan hilirisasi industri. “Kita perlu mensyukuri kekayaan sumber daya alam kita, seperti bahan baku rotan dan kayu, dengan upaya mengoptimalkan nilai tambahnya,” ujarnya. 

Soenoto menambahkan, industri furnitur nasional perlu bermitra dengan investor luar negeri seperti dari China. “Jadi, kita kita tidak perlu memusuhi China, karena harusnya kita ber-partner untuk membangun industri kita lebih berdaya saing. Kami yakin Bapak Airlangga Hartarto akan terus mendampingi kita, dan pemerintah membuat regulasi yang bagus buat pengusaha,” tegasnya. 

Pusat Riset 

Pada kesempatan yang sama, Menperin menyampaikan, pihaknya telah memfasilitasi pusat riset dan inovasi untuk pengembangan industri furnitur di Palu, Sulawesi Tengah. Upaya strategis ini selain guna menciptakan produk unggulan, juga diharapkan mampu menarik investor. 

“Ini menjadi tantangan untuk HIMKI agar di sana bisa dibangun seperti beyond Cirebon. Jadi, sebagai penghasil bahan baku, di Palu dapat pula dikembangkan atau ditumbuhkan industrinya. Ini akan bisa lebih berdaya saing karena terintegrasi, dibanding selama ini bahan baku itu dikumpul di Surabaya,” paparnya. 

Apalagi, lanjut Airlangga, di Palu sudah berdiri kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus. Ini akan tersedia infrastruktur yang menunjang, sehingga dapat dimanfaatkan investor industri furnitur untuk lebih memacu produktivitas dan menggenjot ekspornya. 

“Misalnya, kami telah mendorong klaster untuk industri furnitur di kawasan industri Kendal, dengan didukung pembangunan Politeknik Industri Furntur untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya. Sebab, di Jawa Tengah, memang dipersiapkan untuk sektor padat karya,” imbuhnya. 

Menperin menyebutkan, dalam dua tahun terakhir, kawasan industri Kendal yang memiliki konsep terpadu sudah mampu mendatangkan sebanyak 50 investor dengan total nilai investasi sebesar USD500 juta dan membuka lapangan kerja hingga 5.000 orang. “ini yang perlu direplikasi ke daerah-daerah lainnya, dengan menarik investasi dapat menambah devisa dan tenaga kerja,” ujarnya 

Untuk itu, Airlangga menambahkan, industri furnitur perlu mengembangkan produk sesuai dengan selera konsumen saat ini. Selain itu, industri furnitur mempunyai potensi untuk lebih berkembang, dengan mendorong penciptaan produk yang berbasis lifestyle (gaya hidup). 

“Contohnya, produk yang bisa diminati oleh anak-anak muda dengan harga yang relatif terjangkau,” ungkapnya. Apalagi, peluang pasar e-commerce di Indonesia saat ini cukup besar senilai USD8 miliar dan diprediksi meningkat menjadi USD22 miliar pada tahun 2022. 

“Jumlah masyarakat Indonesia yang berbelanja melalui ekonomi digital sudah mencapai 30 juta orang, ini menjadi salah satu yang dapat bergerak cepat mendorong industri berbasis lifestyle sepeti industri furnitur. Hal ini sejalan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” tuturnya. 

Peluang lainnya, industri furnitur dapat mempeluas pasar dan menggenjot nilai ekspornya ke Australia. Ini seiring dengan telah ditandatangani perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif Indonesia dan Australia. 

Iklim kondusif 

Menperin pun mengemukakan, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif dan mendorong pengembangan industri furnitur melalui beberapa langkah strategis. “Misalnya, mengenai kebijakan investasi, kami mengusulkan industri furnitur masuk pada kelompok industri yang mendapatkan insentif tax allowance,” ujarnya. 

Selain itu, mengusulkan sektor pendukung industri furnitur seperti industri lem, industri grendel, dan aksesoris lainnya agar juga mendapatkan insentif tax allowance. “Sedangkan, terkait kebijakan untuk mendongkrak daya saingnya, kami telah mengusulkan insentif super deductible tax guna mendorong pengembangan SDM vokasi dan inovasi teknologi,” imbuhnya. 

Kebijakan lainnya adalah menjamin ketersediaan bahan baku berupa larangan ekspor bahan baku log/kayu dan rotan asalan. Selanjutnya, diperlukan pula kebijakan pengembangan desain melalui market intelligence serta kemudahan akses ke bahan baku melalui sistem tata kelola logistik bahan baku kayu dan rotan.

“Kami juga telah membangun Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kawasan Industri Kendal untuk menyiapkan dan meningkatkan kompetensi SDM yang terampil dan entrepreneur baru. Selain itu, fasilitasi pembiayaan ekspor melalui LPEI,” ucapnya. 

Airlangga menekankan pula agar industri furnitur nasional terus melakukan inovasi dan selalu melakukan eksplorasi kekayaan budaya nasional dengan kemasan modern serta mengikuti tren pasar global. Ini sesuai dengan implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam rangka kesiapan memasuki era industri 4.0 

“Inovasi akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk, tak terkecuali untuk produk furnitur, terutama karena industri furnitur erat sekali kaitannya dengan lifestyle,” tegasnya. Di samping itu, Menperin turut menghimbau agar masyakakat semakin meningkatkan penggunaan produk furnitur dan kerajinan produksi dalam negeri. 

“Seperti pembuatan bangku sekolah dari rotan. Bagi industri yang sudah bisa memproduksi, bisa memasukkan ke dalam e-katalog pemerintah. Kami sudah punya kebijakan mendorong lokal konten. Apabila barang produksi nasional harganya lebih murah 15 persen, itu akan diberikan prioritas untuk menggunakan barang tersebut,” imbuhnya. (p/ab)