Oleh: Swary Utami Dewi

nusakini.com - Beruntunglah aku hari ini, 27 November 2020, bisa mengunjungi area lokasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) penanaman mangrove di wilayah Entrop di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua. Sebanyak 10 ha kawasan pesisir di sini ditanami mangrove oleh masyarakat sekitar untuk program ini. Mereka tergabung dalam kelompok Tonggrich Mesi. Dalam bahasa Tobati-Enggros, artinya adalah buah bakau merah. Masyarakat di sini menanami mangrove sebagai bagian dari PEN penanaman mangrove yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Memberamo, bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Salah satu yang terlibat adalah pelestari mangrove sejak lama, Pak Pituiri, usia 60 tahunan. Pak Pit sejak kecil tidak bisa mendengar dan berbicara. Pak Pit sendiri bukan orang asli Kampung Entrop. Ia berasal dari Pulau Serui. Orangtuanya pindah ke wilayah Jayapura sejak ia masih berusia anak-anak. Dari kecil ia membantu orangtua menjadi nelayan di pesisir. Masyarakat asli Kampung Tobati, yang wilayahnya juga mencakup Entrop, relatif mudah menerima kedatangan suku lain untuk tinggal di wilayahnya. Karena itulah, Pit dan banyak pendatang lainnya bisa menetap dan diterima sebagai orang lokal di Kampung Entrop.


Dengan caranya sendiri, Pit sejak 1997 telah bertanam mangrove sendiri. Ia juga mengajarkan cara memilih bibit dan bertanam mangrove yang benar kepada masyarakat lain. Bagi Pit, bertanam mangrove adalah panggilan jiwa. Tidak ada yang lebih penting baginya selain menanam dan merawat mangrove.