Pemprov Yogyakarta Raih Predikat Tertinggi SAKIP 2019
By Abdi Satria
nusakini.com-Yogyakarta- Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kembali sukses meraih predikat AA dalam penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) 2019. Predikat ini diraihnya dua tahun berturut-turut, setelah empat kali meraih predikat A.
Keberhasilan Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta mempertahankan SAKIP AA ini mendapat apresiasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo. Karena menurutnya, Pemprov D.I Yogyakarta mempunyai komitmen kuat dalam menggunakan anggaran secara efektif dan efisien untuk pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Proses (SAKIP) yang di Yogya itu perlu waktu lama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu harus dibangun secara sistematik," ujar Menteri Tjahjo Kumolo dalam acara Penyerahan Hasil Evaluasi SAKIP tahun 2019 Wilayah III yang bertajuk SAKIP Award 2019 di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Senin (24/02).
Menjadi satu-satunya pemerintah daerah dengan predikat tertinggi, D.I Yogyakarta diharapkan juga mampu menginspirasi daerah lain untuk berbenah. "Saya harapkan daerah lain studi tiru ke Yogyakarta agar dapat meningkatkan SAKIP seperti Yogyakarta," imbuhnya.
Pemerintah dituntut untuk mengelola anggarannya secara efektif dan efisien sebagaimana prinsip akuntabilitas kinerja berorientasi hasil. Untuk mendorong akuntabilitas kinerja berorientasi hasil tersebut, setiap tahun Kementerian PANRB melaksanakan evaluasi atas implementasi SAKIP pada seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Sementara itu, Gubernur D.I Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan mewujudkan akuntabilitas kinerja membutuhkan sebuah proses yang panjang untuk mendorong terjadinya perubahan fundamental. Hal ini tentu melalui sejumlah terobosan sistematis dan inovasi produktif, yang lebih mengedepankan aspek pelayanan dan berorientasi pada hasil.
Menurutnya, awalnya hal itu akan dirasakan sulit dan berat, tetapi tahapan demi tahapan diperlukan untuk menjaga konsistensi bahwa sistem yang terintegrasi harus dibangun untuk mempermudah pengelolaan sumber daya secara akuntabel. “Oleh karenanya, kami lebih memilih melakukan secara bertahap dan berkelanjutan, daripada melakukan lompatan bombastis dalam menata efektifitas birokrasi pemerintahan yang mengedepankan pada hasil sesaat,” ujarnya.
Sri Sultan berharap hasil evaluasi SAKIP ini mampu meneguhkan komitmen reformasi birokrasi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang. “Pemda harus berbenah untuk saling bekerja sama, bukan lagi sama-sama bekerja,” imbuhnya.
Pada wilayah III, masih terdapat 88 kabupaten/kota dengan predikat C dan CC, 75 kabupaten/kota berpredikat B, 10 kabupaten/kota berpredikat BB dan 5 kabupaten/kota berpredikat A. Wilayah III meliputi wilayah Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat, Jawa Tengah, dan D.I Yogyakarta.
Kemudian untuk hasil evaluasi SAKIP pada Pemerintah Provinsi, menunjukkan terdapat 1 Pemerintah Provinsi dengan predikat CC, 9 Pemerintah Provinsi dengan predikat B, 1 Pemerintah Provinsi berpredikat A yaitu Provinsi Jawa Tengah, dan 1 Pemerintah Provinsi yang berpredikat AA, yaitu Provinsi D.I Yogyakarta.
Secara nasional, hasil evaluasi SAKIP pada tahun 2019 menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata hasil evaluasi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Untuk kabupaten/kota, rata-rata nilai hasil evaluasi meningkat dari 56,53 di tahun 2018, menjadi 58,97 di tahun 2019. Sedangkan untuk tingkat provinsi, nilainya rata-ratanya meningkat dari 67,28 di tahun 2018 menjadi 69,63 di tahun 2019.
Perbaikan hasil evaluasi tersebut, juga sejalan dengan semakin besarnya potensi inefisiensi yang dapat dicegah oleh Pemerintah Daerah yang mengalami kenaikan kategori. Tercatat sebesar 41,15 triliun rupiah pada tahun 2017 dan 65,1 triliun rupiah pada tahun 2018 potensi pemborosan dapat dicegah. Sedangkan di Tahun 2019, potensi pemborosan yang dapat dicegah sebesar 5,7 triliun rupiah.(p/ab)