Pengamat: Wajar Jika Rute Transjakarta Bersinggungan dengan MRT Dialihkan

By Admin


nusakini.com, Pengamat Transportasi Publik, Alvinsyah, menilai rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan penyesuaian rute bus Transjakarta (TJ) yang banyak bersinggungan dengan moda transportasi publik MRT merupakan hal wajar.

Secara teori analisis pada level koridor, kata Alvin, bila terdapat tumpang tindih antar dua moda angkutan umum dalam satu trayek lebih dari 50 persen tidak dibenarkan.

"Secara teori bila ada kompetisi "head to head" antar dua moda angkutan umum dengan tingkat tumpah tindih trayek lebih dari 50 persen memang tidak dibenarkan," katanya, Kamis (26/12).

Karena itu, Alvin mengakui salah satu opsi rencana pengalihan rute pada Koridor I TJ pasca pembangunan MRT Fase 2A adalah langkah tepat. Meski demikian, Alvin menilai perlu dilakukan kajian lebih dahulu untuk memperkuat dasar kebijakan pengalihan rute itu.

Menurut Alvin, kajian itu penting untuk memotret secara seksama karakteristik pengguna dari TJ Koridor 1 dan MRT. Selanjutnya juga dilakukan kajian seberapa besar komposisi pengguna dari segmen pasar yang sama untuk kedua moda tersebut.

Lalu kajian terhadap dampak perbedaan besaran tarif kedua moda terhadap pengguna Transjakarta yang berpotensi beralih menggunakan MRT. Kemudian seberapa besar komposisi pengguna Koridor 1 TJ transfer dari atau ke Koridor TJ lainnya.

Selain itu juga perlu dikaji seberapa besar pengguna Koridor 1 TJ yang perjalanannya tidak terlayani oleh MRT serta kajian apakah Koridor 1 TJ dan MRT selama ini saling mem "feed" penumpang mereka.

Diakuinya, bila salah mengambil keputusan tanpa melalui kajian yang komprehensif, kebijakan yang ditetapkan berpotensi kontra produktif.

Terkait dengan isu tarif yang menjadi persoalan, Alvin menegaskan pihaknya telah lama menyoroti besaran tarif Transjakarta sebesar Rp 3.500 yang tidak berubah sejak 2005-2006 lalu hingga saat ini. Padahal, berdasar kajian yang dilakukanya pada 2006 lalu, besaran tarif wajar yang diberlakukan tahun itu saja berkisar antara Rp 5-6 ribu.

Besaran tarif yang dikenakan pada pengguna TJ itu, menurut Alvin, lantaran mereka dikenakan tarif publik. Sebagai kompensasi, Pemprov DKI Jakarta telah dikenakan biaya Public Service Obligation (PSO) yang pada 2024 jumlahnya mencapai lebih Rp 3 triliun.

Sedangkan tarif MRT yang diterapkan selama ini menggunakan penentuan biaya berdasar jarak tempuh. Hal tersrbut menurut Alvin merupakan hal lazim, seperti yang telah diterapkan sistem angkutan massal, khususnya berbasis rel di berbagai kota dunia lainnya.

"Intinya perlu dilakukan kajian dan diskusi yang komprehensif agar masyarakat yang selama ini mendapat manfaat dari layanan TJ tidak dirugikan. Termasuk untuk skema tarif TJ dan MRT," tandasnya. (*)