Rilis Concluding Statement, IMF Berikan Rekomendasi Kebijakan Fiskal untuk Indonesia

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan penilaian dan beberapa rekomendasi terkait kebijakan fiskal Indonesia melalui laporan sementara (Concluding Statement) misi Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Artikel IV yang dirilis hari Rabu (26/01). Dalam laporan ini, IMF menilai langkah konsolidasi fiskal di tahun 2023 sudah tepat dan diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar. Mereka memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4% terhadap PDB di tahun 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85%.

“Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, tanpa mengorbankan upaya pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah-panjang”, jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal,Kementerian Keuangan RI, Febrio Kacaribu.

Namun demikian, IMF merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.

Dari segi aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi. Selain itu, IMF juga menyarankan agar Pemerintah dan BI berbagi beban dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan di akhir 2022 sesuai yang direncanakan serta amanat UU No.2/2020.

Selanjutnya, IMF menilai sistem keuangan domestik juga sehat. Namun, ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan. Hal ini perlu digaris bawahi, mengingat langkah-langkah darurat penanganan krisis di masa luar biasa diharapkan akan berakhir di tahun 2022, risiko kredit sektor perbankan terutama di sektor-sektor yang terkena dampak pandemi dan masih mengalami efek pandemi yang berkepanjangan (scarring effect) perlu terus di monitor lebih kuat.

Dalam perspektif jangka menengah, IMF juga menilai kerangka strategi jangka menengah mengenai peningkatan pendapatan negara, khususnya perpajakan dan PNBP sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas. Hal ini penting untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensialnya, serta untuk memenuhi sasaran-sasaran Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, strategi kebijakan fiskal jangka menengah perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi pandemi (exit strategy).

Upaya penguatan reformasi struktural juga perlu dilanjutkan, termasuk dalam mengatasi scarring effect dari pandemi. Salah satunya, kebijakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu didukung dengan reformasi terkait sumber daya manusia, terutama dalam hal pendidikan, ini berguna untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.

IMF juga menilai bahwa pengenalan Nilai Ekonomi Karbon (carbon pricing) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan perlu diperkuat melalui reformasi kebijakan subsidi energi.

“Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan IMF sebetulnya telah menjadi bagian dari upaya-upaya reformasi fiskal, struktural dan sektor keuangan yang sedang dan akan terus dilanjutkan oleh pemerintah bersama otoritas terkait. Pengakuan atas kredibilitas Indonesia ini juga diyakini akan berdampak positif bagi pelaksanaan berbagai agenda pembangunan ke depan serta bagi kesuksesan Indonesia dalam presidensi G20”, tutup Febrio. (rls)