Sekolah Tanpa Hambatan ala Sepatu Kita SMPN 1 Arjosari

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Letak SMP Negeri 1 Arjosari Pacitan yang berada di wilayah perbukitan membuat akses transportasi menuju sekolah menjadi sulit. Mayoritas siswa di sekolah tersebut memiliki jarak rumah cukup jauh mencapai lebih dari 10 km. Kondisi ini membuat para siswa sering terlambat bahkan membolos. 

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, pada tahun 2012 sekolah ini merintis inovasi berupa sebuah asrama sekolah. Kemudian dikembangkan menjadi inovasi sepatu kita (Sekolah Dapat Upah, Keterampilan Tambah) pada tahun 2016. 

“Inovasi ini bisa mengatasi masalah di sekolah antara lain, siswa sering terlambat, siswa membolos, siswa putus sekolah, dan siswa mengalami kecelakaan lalu lintas. Disamping itu siswa juga mendapat tambahan ilmu agama, keterampilan, dan upah,” ujar Bupati Pacitan Indartato saat diwawancarai tim humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa waktu lalu. 

Sebelum inovasi ini diterapkan, SMP Negeri 1 Arjosari mencatat terjadinya 109 kasus terlambat dan 22 kasus tidak masuk sekolah tanpa keterangan setiap bulannya. Selain itu, terdapat 2 kasus kecelakaan yang menimpa siswa saat berangkat maupun pulang sekolah. 

Tiga tahun setelah inovasi berjalan, 40 orang siswa yang tergabung dalam program ini berhasil keluar dari masalah-masalah tersebut. Inovasi sepatu kita juga menjadi sarana pendidikan karakter anak secara langsung dengan mengadaptasi pola pendidikan yang diterapkan di pesantren. 

Sepatu kita membawa sejumlah manfaat, yakni siswa yang rumahnya jauh dari sekolah tidak terlambat lagi karena sudah tinggal di asrama. Kedua, siswa mendapatkan pendidikan formal dan nonformal diantaranya budidaya jamur, pengolahannya serta memasarkannya, bertani sayuran, wirausaha sapu lidi. 

Manfaat lainnya siswa mendapatkan ilmu agama tambahan dari ustad Pondok Al Fallah di luar jam sekolah. Terakhir, siswa mendapat upah dari hasil usaha yang mereka lakukan. 

Keberhasilan sepatu kita di SMP Negeri 1 Arjosari mendorong sekolah dengan permasalahan serupa untuk mereplikasinya. Sejak tahun 2016, inovasi ini telah direplikasi SMP Negeri 2 Punung dengan menambah kegiatan belajar mengaji di sore hari bagi siswa yang belum bisa baca Al-Quran. Selain itu MAN Pacitan mendirikan pondok yang bernama Pondok Kholid Bin Walid sejak tahun 2017. Kegiatan lain juga direplikasi oleh SMP Negeri 1 Kebonagung dan SMP Negeri 2 Donorojo. 

“Saya sangat mengapresiasi inovasi di SMP 1 Arjosari dan berharap agar inovasi ini dapat terus berlanjut dan direplikasi oleh semua sekolah dengan masalah serupa baik di Pacitan maupun di daerah lainnya,” tutupnya.(p/ab)