Semangat Bersemi Kembali: Cerita Perempuan Pelestari Tradisi Anyaman Rotan

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(The Climate Reality Leader, Anggota TP2PS Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial, Board KBCF Kawal Borneo Community Foundation)


Tahun 2020 merupakan masa suram dunia. Berawal dari krisis kesehatan karena pandemi Covid-19 yang kemudian merambah ke turbulensi ekonomi dunia. Guncangan ekonomi ini juga menerpa banyak masyarakat/kelompok Perhutanan Sosial. Salah satunya adalah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Dare Jawet Katimpun yang berada di salah satu lokasi terpencil di tengah Pulau Kalimantan. Tepatnya di Desa Katimpun, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. KUPS yang dinahkodai oleh Rusida ini sempat merasakan turbulensi ekonomi yang membuat mereka sempat kehilangan harapan. Namun asa bersemi kembali saat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk agroforestri di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, juga turut menyentuh Desa Katimpun ini.


KUPS Dare Jawet Katimpun sendiri memang merupakan KUPS yang patut menjadi perhatian karena beberapa alasan kuat. Pertama, KUPS ini adalah KUPS perempuan. Total anggotanya 43 orang, semuanya perempuan asli Kapuas, yang masih termasuk sub-suku Dayak di Kalimantan Tengah. Semua perempuan ini adalah mereka yang sudah menikah. Janda-janda tua juga menjadi anggota dari KUPS ini.


Kedua, anggota Dare Jawet adalah pelestari dari tradisi menganyam uwei (bahasa Dayak Ngaju untuk rotan) yang sudah turun temurun dilakukan para perempuan Desa Katimpun. "Kalau mau menikah harus bisa menganyam," ujar Rusida menjelaskan. Hal ini memang terbukti. Semua anggota KUPS Dare Jawet memang memiliki ketrampilan tingkat tinggi dalam membuat tas berbagai ukuran dari rotan. 


Ketiga, bahan baku rotan merupakan hasil budidaya dari bibit rotan yang 'di-imbul' atau ditanam sendiri, juga dipelihara oleh masyarakat. Tempat menanam rotannya adalah di Hutan Desa Katimpun, hutan lindung yang sudah memberi hasil rotan budidaya, juga hasil hutan bukan kayu (HHBK) lainnya, kepada masyarakat dari zaman tambi buyut (nenek buyut) dulu hingga sekarang. Menanam rotan berarti juga melestarikan hutan karena hampir semua jenis rotan budidaya membutuhkan kayu besar yang kuat untuk tempat rotan tumbuh dan merambat. Pendeknya KUPS Dare Jawet memang memiliki dimensi luar biasa.


Pemilihan nama KUPS Dare Jawet sendiri sebenarnya sudah merupakan penanda bahwa KUPS ini didirikan untuk melestarikan seni anyaman rotan khas Katimpun. Dare artinya motif. Sementara Jawet adalah anyaman. Anyaman yang berujung hasil pada tas dalam berbagai bentuk dan ukuran ini memiliki banyak motif. Semuanya adalah motif tradisional, yang secara turun temurun diajarkan oleh para tambi buyut kepada para perempuan Katimpun. Beberapa jenis motif tersebut misalnya matan andau (matahari), mata bilis (mata ikan bilis), mata saluang (mata saluang), siku kalawet (siku kalawet, sejenis kera endemik di Kalimantan Tengah), tunjang palara (akar tunjang dari kayu palara), mata punai (mata burung punai) dan upak pusu (kulit bunga pinang saat berbuah). Jika diperhatikan, semua motif tradisional ini merupakan simbol kedekatan suku Dayak di Katimpun dengan alam di sekitarnya.


Perlu diketahui, bahwa KUPS Dare Jawet merupakan satu dari tiga KUPS yang ada di bawah naungan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Katimpun. Dua KUPS lain semuanya beranggotakan laki-laki, yakni KUPS Perikanan dan KUPS Budidaya Lebah Madu, masing-masingnya beranggotakan 21 orang. 


Akan halnya LHPD Katimpun, lembaga ini merupakan lembaga pengelola hutan desa yang sudah mendapat akses legal dari pemerintah. Pada bulan Maret 2014, Menteri Kehutanan (saat itu) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Areal Kerja (PAK) Hutan Desa, seluas lebih kurang 3.230 hektar di Desa Katimpun. SK PAK dari Menteri Kehutanan ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya SK Gubernur Kalimantan Tengah tentang Penetapan Hak Pengelolaan Hutan Desa Katimpun, seluas 2.642 hektar, pada 31 Juli 2015.


Akses legal dari pemerintah nampaknya memang tidak disia-siakan oleh masyarakat Desa Katimpun, termasuk para perempuannya. KUPS Dare Jawet yang berdiri sejak 2018 ini sudah mencatat kemajuan luar biasa. Hasilnya juga patut mendapat acungan jempol. Kerajinan tangan dalam bentuk tas berbagai model, ukuran dan bentuk ini sudah merambah pasar di Bali. Setiap bulan seribu tas berbagai model dan ukuran disuplai ke pembeli di Pulau Dewata ini. Selanjutnya oleh pembeli yang sama setiap tahun sekitar seribu tas dikirim ke Osaka, Jepang. Ini dilakukan secara rutin dalam dua tahun terakhir.


Namun, pandemi global menghentikan pasar dan membuat kegiatan ekonomi para ibu ini juga terhenti. Sejak Maret 2020 total tidak ada pesanan. "Berbulan-bulan kami tidak punya semangat, Bu" ujar Rusida, sang Ketua KUPS, sendu. Tangan-tangan trampil para perempuan penganyam terhenti. Kebun rotan pun terlantar.


Untunglah ada pendamping setia KUPS ini, yakni Nani, seorang penyuluh senior dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kapuas Kahayan, Kalimantan Tengah. Nani senantiasa menyemangati anggota Dare Jawet untuk tidak berputus asa. "Ia pendamping yang baik dan rajin, " tutur Rusida, yang diamini oleh sang Bendahara KUPS, Rustina. Nani meyakinkan para anggota KUPS Dare Jawet bahwa mereka bisa bangkit dari pukulan pandemi.


Bak gayung bersambut, para perempuan penganyam Dare Jawet dan sang pendamping seolah mendapat setitik cahaya di tengah kegelapan. Pada Oktober sampai Desember 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang memberikan beberapa dukungan untuk pengembangan agroforestri kelompok-kelompok usaha Perhutanan Sosial di beberapa tempat di Kalimantan Tengah. Tujuannya untuk memberikan stimulan agar masyarakat Perhutanan Sosial memiliki ketrampilan, modal awal dan semangat untuk bangkit berusaha.


Program ini diawali dengan digelarnya pelatihan "Peningkatan Kapasitas Kelompok Tani Hutan dan Kelompok Perhutanan Sosial dalam Pengelolaan Usaha" pada tanggal 6-9 Oktober 2020, yang digawangi oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) KLHK. Total 80 KUPS mengikuti "blended learning" ini (perpaduan pelatihan daring dan praktik di lapangan). Dare Jawet juga termasuk di dalamnya. Dari 43 anggota KUPS Dare Jawet, ada 21 anggota yang mengikuti pelatihan tersebut. Khusus untuk para pendamping KUPS, Nani, sang pendamping, bersama puluhan pendamping KUPS lainnya di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, sebelumnya juga telah mengikuti "Pelatihan Pendampingan Ketahanan Pangan Agroforestri", pada tanggal 15-19 September 2020, yang juga diorganisir oleh BP2SDM KLHK.


Selanjutnya, KLHK melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL KLHK), melakukan fasilitasi lanjutan untuk memastikan kegiatan agroforestri di 80 KUPS tersebut, termasuk Dare Jawet, berjalan lancar. Beberapa fasilitasi yang dilakukan misalnya memfasilitasi pertemuan KUPS di desa-desa untuk merancang kegiatan serta menyediakan dukungan permodalan, bibit dan alat produktif ekonomi dasar yang diperlukan masing-masing kelompok.


Maka, semangat para perempuan KUPS Dare Jawet ini pun membara kembali. "Kita merencanakan untuk membangkitkan kembali kegiatan budidaya, produksi dan pasar rotan di KUPS kami. Kami bersemangat lagi," ujar ibu berusia 43 tahun ini tersenyum. Ada secercah sinar bahagia di matanya. 


Sang pendamping, Nani, turut menceritakan bahwa para lelaki di Desa Katimpun sudah mulai membersihkan kebun rotan untuk bisa menanam kembali bibit rotan yang dibutuhkan KUPS Dare Jawet. Pertemuan-pertemuan para perempuan penganyam ini pun mulai digalakkan. Awal yang baik tentunya untuk kebangkitan Dare Jawet.


Semoga harapan para perempuan penganyam ini bisa terwujud dengan baik, melalui berbagai dukungan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agroforestri, yang digerakkan secara terpadu oleh Kementerian LHK di masa pandemi ini -- Penghasilan bisa diperoleh kembali, disamping hutan tetap lestari dan tradisi leluhur terpelihara dengan baik.