nusakini.com-Makassar-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan menyebut provinsi Sulsel mengalami krisis iklim. Pasalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika sudah tiga kali mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem di Makassar.

Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin merasa, intensitas hujan yang turun juga mengalami perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya.

"Di catatan kami, setidaknya sudah 3 kali cuaca ekstrem terjadi di Kota Makassar, pada akhir tahun 2021 hingga Februari 2022. Kondisi ini tentu saja menurut kami tidaklah normal karena musim penghujan tahun lalu tidak separah tahun ini," kata Amin kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/2).

"Menurut kami, cuaca ekstrem yang terjadi ini merupakan bukti bahwa krisis iklim telah melanda Kota Makassar bahkan Sulawesi Selatan," imbuhnya.

Amin mengatakan krisis iklim merupakan puncak dari kerusakan lingkungan. Terjadi karena kerusakan lapisan ozon yang diakibatkan tingginya produksi karbon.

Kerusakan lapisan ozon itu, kata Amin, telah mengakibatkan suhu bumi menjadi tinggi, sehingga menimbulkan cuaca yang susah diprediksi (unpredictible).

"Bahkan mengarah ke kondisi yang semakin ekstrem," kata dia.

Parahnya, lanjut dia, pemerintah daerah tidak kunjung membuat dan menjalankan kebijakan pembangunan yang pro lingkungan guna memitigasi krisis iklim. Padahal, dampaknya mulai dirasakan warga Kota Makassar dan Sulawesi Selatan.

"Yang saya perhatikan, Di level Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Andi Sudirman Sulaiman lebih memilih memberi para korban bencana bantuan ketimbang mereforestasi lahan kritis dan DAS yang terus terbuka dan rusak," jelas dia.

Lingkungan Rusak

Berdasarkan catatan Walhi tutupan hutan di Sulsel tersisa 32 persen atau sekitar 1.479.181,01 hektare. Sementara, 68 persen atau 3.180.562,41 hektare masuk ke dalam kategori tutupan nonhutan.

Jika Sulsel kembali kehilangan 2 persen saja dari tutupan hutannya, maka provinsi tersebut akan kolaps. Sebab, dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan minimal tutupan hutan 30 persen.

Selain itu, tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi tangkapan air terbesar di Sulsel juga dalam kondisi kritis. Ketiga DAS itu yakni Walanae, Saddang dan Jeneberang.

Ia menilai, di tengah kerusakan lingkungan itu, kebijakan Gubernur Sulsel justru tidak berorientasi pada penyelamatan rakyat untuk jangka panjang. Buktinya, kata dia, kerusakan DAS di Sulsel terkesan dibiarkan, tidak ada kebijakan pemulihan yang dikeluarkan dan dijalankan.

"Bila Gubernur tidak memulihkan lingkungan, maka ia sedang melestarikan kerusakan lingkungan dan membawa masyarakat Sulsel ke lubang bencana yang lebih besar di masa depan," paparnya.

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa sejak tanggal 20 hingga 23 beberapa daerah di Sulawesi Selatan mengalami cuaca buruk, termasuk Kota Makassar.

Dinas Pendidikan Kota Makassar bahkan sampai meliburkan seluruh sekolah baik Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan mengalihkan pembelajaran siswa secara virtual. (CNN)