Menkeu Ungkap Perlunya Tingkatkan Kontribusi Sektor Kehutanan

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa sektor kehutanan tidak hanya berperan dalam upaya penurunan karbondioksida (CO2), tetapi juga mampu memberikan dampak ekonomi sosial kepada masyarakat. Namun, Menkeu mengingatkan bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam perekonomian. Hal ini Menkeu ungkapkan saat memberikan pidato kunci pada acara Kongres Kehutanan VII, Selasa (28/06) di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta.

“Kontribusi dari sektor kehutanan dan penebangan kayu, terutama diukur dengan PDB (Produk Domestik Bruto), dalam hal ini kontribusinya Rp91 triliun hingga Rp112 triliun. Itu masih sangat kecil. Kalau quantity terhadap PDB share memang kecil, kurang dari 1 persen, hanya sekitar 0,6 persen hingga 0,7 persen,” kata Menkeu.

Pertumbuhan di sektor kehutanan juga masih kecil, sekitar 5-6 persen setiap tahunnya. Menkeu menilai bahwa porsi kontribusi sektor kehutanan masih sangat kurang jika dilihat status Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan tropik yang luas.

“Nah, ini yang mungkin perlu kita semuanya mulai memikirkan. Apakah ini persoalan policy, masalah regulasi, masalah institusi, atau masalah tata kelola,” ujar Menkeu.

Sektor kehutanan juga memberikan kontribusi terhadap APBN melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada tahun 2021, PNBP dari sektor kehutanan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekitar Rp5,6 triliun. Menkeu juga melihat bahwa porsi ini masih perlu untuk ditingkatkan.

“Kalau kita bandingkan dengan total penerimaan negara kita sekarang sudah mencapai Rp1.500 triliun, dan PNBP kita itu sudah mencapai hampir sekitar Rp350 triliun. Sementara, kalau kehutanan masih Rp5 triliun. It does not sound right, betul kan? Kita semuanya harus punya sense seperti ini supaya kita memahami apa value-nya dan bagaimana kita mengelola,” tegas Menkeu.

Dilihat dari jenisnya, PNBP sektor kehutanan masih didominasi oleh PNBP Sumber Daya Alam (SDA) dengan basis utama kayu dan bukan kayu. Namun, Menkeu juga mengungkapkan masih ada beberapa tantangan pada pengelolaan PNBP SDA Kehutanan.

“Tantangan dari PNBP Sumber Daya Alam Kehutanan adalah pertama, dominasi dari PNBP sisi kehutanan dan basis kayunya masih sangat tinggi, dan pengawasan jelas perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan,” lanjut Menkeu.

Selain itu, tantangan pengelolaan PNBP SDA Kehutanan lainnya adalah diperlukan upaya berkelanjutan untuk penegakan hukum dan optimalisasi dari aset negara, termasuk aset yang dinilai masih idle.

Maka, kebijakan PNBP SDA Kehutanan tahun 2023 diarahkan untuk optimalisasi produksi, penyempurnaan regulasi, dan perbaikan tata kelola. Menkeu menyebut penyempurnaan regulasi tata kelolanya dan optimalisasi dari sisi produksi menjadi hal yang sangat penting. Perbaikan tata kelola tersebut di antaranya adalah pembebasan layanan dokumen perhutanan sosial, tata kelola menggunakan sistem single window, penagihan dan pengawasan serta pengendalian terhadap wajib bayar, peningkatan kapasitas sistem pembayaran dan pengawasan secara online menggunakan aplikasi SIMPONI, peningkatan kapasitas SDM, serta tata kelola dari PNBP secara online.

“Kita juga perlu untuk optimalisasi produksinya dari mulai intensifikasi dan diversifikasi tarif dari PNBP-nya untuk sektor lingkungan hidup, penyesuaian harga patokan, perizinan yang berbasis multi usaha, peningkatan produktivitas, optimalisasi produktivitas, pembebasan dana reboisasi untuk tanaman yang masuk dalam Silviculture Intensive (SILIN), dan optimalisasi bidang jasa lingkungan wisata alam serta reaktivasi wisata lingkungan,” terang Menkeu. (rls)