Soal Kabinet Baru Jokowi, Pakar Kebijakan Publik UGM: Tidak Ideal

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah mengumumkan susunan kabinet barunya, Rabu pagi (23/10/2019) di Istana Negara. Diketahui, ada 38 nama yang masuk dalam Kabinet Indonesia Maju ini. Dari 38 nama tersebut ada yang berwajah baru dan ada juga wajah lama. Mereka yang masuk dalam kategori wajah baru antara lain Erick Tohir, Nadiem Makarim, Wishnutama, dan Prabowo Subianto. Sementara dari wajah lama diantaranya Basuki Hadimuljono, Siti Nurbaya, Sri Mulyani, dan Sofyan Djalil.

Menanggapinya, Pakar Kebijakan Publik UGM, Prof.Dr. Erwan Agus Purwanto, memandang ke-38 orang yang masuk dalam kabinet Indonesia Maju ini belum bisa dikatakan ideal.

“Secara keseluruhan 38 orang yang terpilih tidak ideal, tetapi realistis dari berbagai macam tujuan yang ingin dicapai Presiden Jokowi. Baik untuk mewujudkan visi misi, rekonsiliasi, koalisi, partai dan lainnya,” kata Erwan, Rabu (23/10/2019), dilansir dari kehumasan UGM.

Erwan menilai kombinasi antara politisi dan profesional dalam kabinet baru ini merupakan keinginan Jokowi untuk mencapai berbagai tujuan. Parpol dimasukan untuk mencapai tujuan rekonsiliasai dan koalisi. Misalnya saja Prabowo masuk dalam jajaran kabinet untuk meredam dan menghilangkan polarisasi di masyarakat akibat pilpres 2019 lalu. Dengan begitu, kabinet baru dapat bekerja dengan lebih tenang untuk merancang berbagai kebijakan.

“Profesional dimasukkan untuk mewujudkan visi misi Presiden Jokowi 5 tahun kedepan untuk  membangun SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur, menjaga stabilitas ekonomi, mendorong investasi, serta mengembangkan industrialisasi,” jelas Dekan FISIPOL UGM ini.

Erwan menyebutkan sejumlah nama dari kalangan profesional sempat viral dan menjadi pembicaraan publik. Salah satunya adalah ditunjuknya Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dia menilai dipilihnya bos Gojek ini menjadi menteri merupakan sebuah terobosan baru.

“Dipilihnya Nadiem ini diharapkan bisa membawa angin segar dengan memberi terobosan baru dalam dunia pendidikan dan kebudayaan menghadapi era digital, disrupsi, dan revolusi industri,” terangnya.

Lanjut Erwan mengatakan, dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi tanah air, saat ini kurang merespons perkembangan dunia. Sementara dunia terus berubah, bahkan saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan revolusi industri 4.0 yang tentu sangat berpengaruh pada dunia pendidikan.

“Ini belum banyak direspons. Sementara Nadiem ini muda dan banyak berkecimpung di industri digital, bukan dari lingkungan perguruan tinggi jadi harapannya bisa berpikir dari perspektif lain untuk membangun dunia pendidikan Indonesia,” pungkas Erwan. (ma/mk)