Tanggapan Siaga 98, Soal Gugatan Judicial Review MK dari Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terkait Batas Usia Minimal Pimpinan KPK

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Jakarta--Koordinator Siaga 98 Hasanuddin memberi tanggapan soal gugatan Judicial Review MK dari Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terkait Batas Usia Minimal Pimpinan KPK.  Meskipun belum membaca secara utuh materi gugatan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dari Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, namun dari pernyataan yang bersangkutan di beberapa media yang menyebutkan bahwa gugatan terkait dengan Kepastian Hukum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, khususnya antara Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 dan Pasal 34 UU 30 Tahun 2002.

Menurut Hasanuddin, ada kontradiksi yang perlu kepastian, dimana pasal 29 mengatur batas umur minimal calon pimpinan KPK yakni 50 Tahun, sedangkan pasal 34 menjelaskan pimpinan KPK boleh menjabat maksimal dua kali. Nurul Ghufron berpendapat bahwa atas dasar pasal 34 UU KPK, maka pimpinan KPK dapat dipilih kembali, namun Pasal 29 membatasi usia minimal 50 Tahun. 

"Terhadap hal ini kami berpendapat bahwa ini adalah langkah yang tepat demi kepastian hukum dengan mengajukan gugatan dalam hal pendapat yang berbeda, kepentingan dan hak yang dilanggar dan dirugikan. Gugatan ini tidak hanya mewakili kepentingan pribadi Nurul Ghufron melainkan kepentingan publik setidaknya soal batas umur persyaratan calon pimpinan KPK, setidaknya karena," ujar Hasanuddin dalam keterangan pers tertulisnya di Jakarta, Rabu 16 November 2022.

Terdapat perbedaan faktual dan mendasar dalam persyaratan minimal batas usia terhadap pejabat negara, lanjutnya. "Misalnya menjadi calon presiden dan wakil presiden bisa minimal usia 40 Tahun, Hakim Agung, 45 Tahun, Hakim Konstitusi 55 Tahun, Anggota DPR RI 21 Tahun, dan KPK 50 Tahun," katanya.

Dalam hal ini, lanjut Hasanuddin, MK benar pembatasan ini tidak terkait soal konstitusionalitas, melainkan hal ini merupakan opened legal policy (kebijakan hukum terbuka). "Dalil ini yang menyatakan menjadi kebijakan atau ketetapan pembentuk UU mengenai syarat usia seseorang pejabat. Meskipun demikian tidak serta dapat dengan bebas mengajukan batas usia antar pejabat negara yang dapat dilakukan secara berbeda-beda dan tidak serta merta bentuk kebebasan pembuat undang-undang tanpa penjelasan dan dasar," beber dia.

Dalam konteks inilah argumen kontradiksi yang diajukan wakil ketua KPK, Nurul Ghufron menarik, dan memiliki dasarnya; 

"Dengan mempedomani pendapat ini, kami menyampaikan bahwa gugatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron tidaklah semata pribadi sifatnya, melainkan untuk kepentingan publik warga negara lainnya, terdapat memperjelas dalil open legal policy dan perbedaaan-perbedaan persyaratan batas minimal rekrutmen/seleksi calon pejabat negara secara faktual," ungkap Hasanuddin.

Dan tentu saja Hakim MK, kata Hasanuddin, perlu mengkaji  3 model batas usia minimal yang dapat dijadikan pedoman, karena mewakili ranah eksekutif, legislatif dan yudikatif; yaitu batas minimal Calon Presiden/Wakil Presiden 40 Tahun, dan/atau Hakim Agung 45 Tahun, dan/atau legislatif 21 Tahun.

"Dan tentu saja, oleh sebab dalil Open Legal Policy, maka MK terbuka memutuskan hal lain di luar ketentuan undang-undang terkait batas minimal usia calon pimpinan KPK, sebab menjadi bagian dari menguji Undang-Undang dan oleh karenanya pembentuk undang-undang sebab kontradiksi," pungkasnya.(rilis)