Ace Suryadi adalah sosok yang cukup kontradiktif. Dengan pemikiran brilian yang pernah menggegerkan dunia pendidikan di Indonesia, beliau memiliki andil besar dalam keputusan untuk mengadakan minimal 20 persen anggaran tahunan dalam APBN bagi sektor pendidikan. Ace Suryadi, pria kelahiran Sumedang inilah yang pertama kali menggagas ide ini melalui artikelnya yang dimuat di media massa. Hebatnya, beliau berhasil menginspirasi para pemangku kekuasaan walau pada saat itu beliau bukanlah siapa-siapa, hanya seorang staff biasa di Depdikbud.
Ace terlahir sebagai anak tertua dari empat bersaudara yang tumbuh dengan didikan keras dari kedua orang tua, lantaran kondisi keluarga mereka bisa dibilang berkekurangan. Walau tak jarang Ace dan adik-adiknya menerima hukuman fisik dari ayah dan ibu mereka hanya untuk sekedar menyuruh belajar dan mengaji, tetapi hasil dari didikan itu terlihat saat mereka tumbuh dewasa. Adik perempuan Ace menjadi murid yang paling pandai di sekolahnya. Tetapi karena dia seorang perempuan, kedua orangtua memutuskan hanya Ace yang dapat melanjutkan sekolah ke SMP karena hanya bisa membiayai satu anak saja itupun dengan menjual tanah, kebun, dan perabot rumah.
Setelah masa SMP dan SMA di Sumedang yang menuntut banyak pengorbanan dari Ace dan kedua orangtuanya, akhirnya ia lulus dan berkesempatan melanjutkan kuliah di IKIP Bandung. orangtua bahkan tak ia beritahu tentang hal ini, hingga Ace harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliah dan hidup sehari-hari. Sebelum tamat sarjana, tahun 1981 Ace Suryadi sudah diminta untuk jadi karyawan di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Depdikbud. Harsja W. Bachtiar, Kepala Balitbang kemudian mengirim Ace kuliah program master S-2 ke New York Amerika Serikat pada tahun 1983, di jurusan ekonomi pendidikan. Karena kepandaiannya di atas rata-rata, maka setahun kemudian beliau direkomendasikan oleh pihak universitas untuk langsung melanjutkan ke jenjang S3. Pada usia sekitar 30 tahun, gelar S3 sudah digenggamnya.
Setelah kembali ke tanah air pada tahun 1987, karirnya melejit cepat. Sebagai doktor muda yang brilian, dua setengah tahun berada di Indonesia Ace sudah memperoleh promosi menjabat Kepala Bidang. Dua tahun kemudian Ace dipromosikan sebagai Kepala Pusat Pendataan, di Balitbang Depdikbud. Menteri Wardiman Djojonegoro yang mengepalai Depdikbud pada tahun 1993-1998 sering memberi kepercayaan pada Ace untuk mengurus berbagai tugas.
Tetapi di era pimpinan Wiranto, Ace tergeser dari posisi strategisnya dan kepandaiannya serasa disia-siakan. Ketika kemudian Juwono Sudarsono memimpin, Ace malah makin turun hingga hanya menjadi bawahan bagi seorang Kepala Bidang yang dulunya adalah bawahan Ace. Paling bagus adalah saat Ace menjadi Kepala Pusat antara tahun 1992-2000. Selama periode yang tak mudah ini, ia kerap menumpahkan isi hati dan pemikirannya lewat buku, artikel di koran, atau berbicara ke koran. Ketajaman pemikiran dan analisisnya pun menarik perhatian banyak pihak terkait. Ia sempat menjadi konsultan bagi Canadian Development International Agency (CDIA) sampai kemudian dipanggil oleh Wardiman Djojonegoro untuk membantu dan akhirnya menjadi Kepala Sekretariat Habibie Center.
Tak berhenti sampai di situ, sosok Ace yang sering menulis tentang kurikulum, ujian, birokrasi, profesionalisme, anggaran pendidikan, ekonomi pendidikan dan lainnya menarik perhatian Mendiknas Malik Fajar. Melalui salah satu tulisannya, Ace menjadi pemicu bagi pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan, yang kemudian terwujud dengan anggaran pendidikan yang mendekati 20 persen. Informasi keberhasilan Ace sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Desentralisasi pun sampai ke telinga Bambang Sudibyo, Mendiknas pada periode 2004-2009. Sejak Mei 2005 Ace Suryadi diangkat menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Sayang sekali perjalanan menuju sukses tak semulus yang diharapkan. Saat menjabat pada tahun 2006-2007, Ace Suryadi setidaknya terlibat dalam dua kasus korupsi, yaitu dalam program International Computer Creative Lesson (ICCL) serta proyek peningkatan kecakapan hidup dan kelembagaan. Pada bulan Juli 2009, Ace Suryadi yang didakwa dalam kasus korupsi dana bantuan langsung (Block Grant) pendidikan itu divonis bebas oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.