Andi Nurpati adalah politisi Partai Demokrat kelahiran Macero Wajo, Sulawesi Selatan 2 Juli 1966. Istri dari Drs Habiburahman, MM ini memiliki 3 orang anak dari hasil perkawinannya. Sebelum bergabung dengan KPU dan Partai Demokrat, Andi Nurpati adalah PNS guru pembina di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Model Kota Bandar Lampung.
Andi Nurpati menempuh pendidikan strata 1 nya di Fakultas Tarbiyah Jurusan Bahasa Inggris UIN Alaudin Ujung Pandang pada tahun 1992, kemudian melanjutkan program strata 2-nya di Master Teacher Programme Deakin University Melbourne, Australia pada tahun 2000 hingga kemudian meraih gelar M.Pd dari FKIP Universitas Lampung di Bidang Teknologi Pendidikan (2006). Tesisnya saat itu adalah “Pengaruh Latar Belakang Tingkat Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Akses Media Terhadap Pembelajaran Politik Bagi Pemilih Perempuan (Pada Pemilu 2004 Di Bandar Lampung)”.
Andi adalah sosok yang antusias pada dunia kependidikan, hingga ia mengawali karir akademiknya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Univ. Muhammadiyah Lampung, IAIN Raden Inten Bandar Lampung sebagai dosen luar biasa.
Selain antusias pada dunia kependidikan, Andi juga gemar berorganisasi bahkan sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Tercatat, ia pernah menjadi anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), hingga kemudian menjadi Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Senat Mahasiswa, Nasyiatul Aisyiah, Ketua Lembaga Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Lampung.
Karir politisnya menjadi semakin jelas saat ia bergabung dengan Panwaslu Provinsi Lampung pada Pemilu 2004, kemudian Ketua Panwas Pilkada Kota Bandar Lampung tahun 2005, Sekretaris Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi) Lampung 2004-2008 dan anggota Perludem Pusat (2004-2008).
Selain itu, Andi juga sering terlihat menjadi narasumber seminar, diskusi, dialog tentang politik, Pemilu dan peran perempuan dalam bidang politik, sosial dan kemasyarakatan.
Pada tahun 2011, Andi Nurpati diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen MK terkait pemilu legislatif pada bulan Agustus tahun2009. Setahun setelahnya, Agustus 2010, KPU mengirimkan surat pada Mahkamah Konstitusi, yang isinya adalah menanyakan pemilik kursi DPR Dapil Sulawesi Selatan, antara Dewi Yasin Limppo dari Partai Hanura dengan Mestariyani Habie dari Partai Gerindra. MK mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009 yang isinya adalah: pemilik kursi jatuh kepada Mestariyani Habie.
Anehnya, saat itu KPU telah memutuskan bahwa kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan dasar surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Hal ini membuat MK mengecek surat tertanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu.
Andi Nurpati diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, Andi jugalah yang mengambil surat 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK, yang ternyata tidak disampaikan ke rapat KPU.