Arswendo Atmowiloto terlahir dengan nama lahir Sarwendo. Nama Arswendo Atmowiloto berasal dari Sarwendo yang diubah menjadi Arswendo karena dianggap kurang komersial. Kemudian di belakang namanya ditambahkan nama ayahnya, Atmowiloto.
Pria dikenal sebagai penulis dan wartawan ini aktif di berbagai majalah dan surat kabar. Pada tahun 1990, ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia sempat 'dipenjarakan' karena satu jajak pendapat yang dianggap menghina kaum tertentu.
Ketika itu, Tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh idola pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad SAW, nabi umat Muslim yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat Muslim marah dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum dan membuatnya divonis hukuman lima tahun penjara.
Meskipun hidup di balik jeruji besi, Arswendo tidak berhenti berkarya. Dia telah menghasilkan tujuh buah novel, puluhan artikel, tiga naskah skenario dan sejumlah cerita bersambung ketika masih dipenjara. Sebagian karya-karya tersebut dikirimkannya ke berbagai surat kabar dengan menggunakan alamat dan identitas palsu.
Setelah menjalani hukuman lima tahun penjara, Arswendo mendirikan perusahaan sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah. Sebelumnya ia sempat bekerja sama dengan Sudwikatmono selama 3 tahun untuk menghidupkan kembali tabloid Bintang Indonesia yang kala itu sedang meredup reputasinya.
Kesibukan Arswendo selain menulis adalah mengelola rumah produksi sinetronnya sendiri yang memproduksi sejumlah sinetron dan film (PT Atmochademas Persada).
Selain itu dia pernah menjadi Pemimpin Redaksi Hai dan merangkap wartawan Kompas. Arswendo sangat meminati masalah televisi. Ia tidak pernah bosan melempar saran dan kritik kepada TVRI, tidak peduli ditanggapi atau tidak. Bahkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 1982, ia menelanjangi media pemerintah itu lewat ceramahnya, Menjadi Penonton Televisi yang Baik.