Hajji Azwar Abubakar, atau yang lebih dikenal sebagai Azwar Abubakar, adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia yang ke-14. Pria kelahiran Banda Aceh ini mengawali karirnya di bidang politik pada 1998 atau tepat pada momen reformasi politik memicu jatuhnya Presiden Soeharto dari puncak pemerintahan kala itu. Semenjak itu, Azwar mulai terlibat aktif dalam dunia politik diawali dengan perannya dalam memprakarsai terbentuknya Partai Amanat NAsional, atau PAN, cabang Aceh.
Didorong ketertarikan kuat pada bidang teknik dan manajemen semenjak kecil, pria yang dikenal santun dan ramah ini masuk ke Institut Teknologi Bandung dan lulus menjadi sarjana teknik (arsitek). Azwar kemudian melanjutkan pendidikan formal dengan menempuh program magister di Universitas Syiah Kuala di Aceh untuk mengambil gelar Magister Manajemen. Latar belakang ilmiah ini membawa pria kelahiran 1952 menjadi konsultan dan pengusaha setelah lulus kuliah.
Pada periode 2000-2004, ayah 4 anak ini mengambil jabatan di posisi wakil gubernur untuk Gubernur Aceh, Abdullah Puteh. Ketika Puteh terganjal kasus korupsi, Azwar segera didapuk untuk bertindak selaku pelaksana atau pejabat harian gubernur Aceh sementara. Kerja keras suami Mutia Safrida ini ditunjukkan dalam mengatasi berbagai krisis yang terjadi di Aceh.
Dari beberapa krisis paling krusial adalah pada saat Aceh harus menderita akibat bencana Tsunami 2004 serta masalah pelik yang melibatkan banyak kontak militer, Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Tidak mengherankan jika jasa dan kerja keras tersebut membuat banyak tokoh dan orang terkemuka di wilayah Aceh menganggap Azwar sebagai ‘putra terbaik Aceh’.
Setelah kalah dari Irwandi Yusuf dalam pemilihan gubernur pada pemilihan umum 2006 lalu tidak serta-merta menghentikan langkah putra daerah Aceh ini dalam dunia politik. Pada 2009, Azwar terpilih menjadi anggota DPR mewakili daerah pemilihan Aceh dan masuk menjadi anggota Komisi I tentang pertahanan dan urusan luar negeri.
Langkah dan sepak terjang jebolan ITB dan Syiah Kuala Aceh di kancah politik nasional semakin terbukti ketika dia terpilih menggantikan E.E. Mangindan sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia yang ke 14 terhitung sejak 19 Oktober 2011.