Djuanda Kartawidjaja merupakan seorang politisi. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia yang kesepuluh sekaligus perdana menteri yang terakhir. Setelah itu, ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.
Sumbangsih terbesar yang pernah ia berikan untuk Indonesia ialah adanya Deklarasi Djuanda tahun 1957. Deklarasi ini menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau lebih dikenal dengan negara kepulauan. Hal ini tercantum dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS).
Karena jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang sehingga dapat terlaksana, namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya yaitu Bandara Djuanda. Tak hanya itu saja, namanya juga dijadikan nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
Djuanda merupakan anak pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Djuanda menghabiskan masa-masa sekolah dasarnya di Hogere Burger School (HIS). Kemudian ia pindah ke sekolah untuk anak-anak Eropa, Eropa, Europesche Lagere School (ELS). Setelah itu, ia melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeg (THS) yang sekarang dikenal dengan nama ITB. Saat itu, ia mengambil jurusan teknik sipil. Saat menjadi mahasiswa, ia juga aktif dalam organisasi non-politik seperti Paguyuban Pasundan dan Muhammadiyah. Ia pun sempat merasakan menjadi pimpinan sekolah Muhammadiyah. Kemudian, ia bekerja sebagai pegawai di Departemen Pekerjaan Umum provinsi Jawa Barat.
Djuanda merupakan seorang abdi negara serta abdi masyarakat. Ia merupakan sosok pegawai negeri yang patut diteladani. Setelah lulus dari TH Bandung, ia lebih memilih menjadi guru di SMA Muhammadiyah yang gajinya hanya seadanya. Padahal, di waktu yang sama, ia ditawari untuk menjadi asisten dosen di TH Bandung yang gajinya tentu lebih besar.
Setelah empat tahun mengabdi di SMA Muhammadiyah, ia mengabdi ke dinas pemerintahan. Kali ini ia bekerja di Jawaatan Irigasi Jawa Barat.
Setelah Proklamasi, tepatnya tanggal 28 September 1945, ia memimpin para pemuda untuk mengambil alih Jawatan Kereta Api dari Jepang. Setelah kejadian tersebut, ia diangkat oleh pemerintah RI sebagai Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa Madura. Ia juga sempat beberpa kali menjabat sebagai menteri, seperti Menteri Perhubungan dan Menteri Pengairan, Kemakmuran Keuangan dan Pertahanan. Ia juga sempat menjadi anggota dalam Perundingan KMB. Ia bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam perundingan ini, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Boleh dikatakan bahwa, Djuanda merupakan seorang pemimpin yang luwes. Ia bisa bergabung dengan semua golongan baik itu presiden, menteri ataupun masyarakat biasa.
Pada 7 November 1963, Djuanda wafat karena terkena serangan jantung. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.224/1963, Ir. Djuanda diangkat menjadi tokoh nasional.