Edwin Sinaga, terkenal sebagai pengamat pasar modal Indonesia yang sudah berkiprah di pasar modal selama beberapa tahun terakhir ini. Edwin adalah seorang Direktur Finan Corpindo Nusa di Jakarta. Dari tahun ke tahun, Edwin selalu memantau rupiah terhadap pasar Indonesia di hadapan investor luar. Pada kisaran bulan September 2011, Edwin mengatakan bahwa rupiah harus stabil pada level Rp. 8.800 – Rp.9.000 per dolar. Dari perhitungan itu Edwin mengatakan pelaku pasar dapat menghitung produk jualnya di pasar ekspor.
Di bulan sebelumnya sekitar bulan April 2011, Edwin juga berpendapat, Jika rupiah menguat dengan mendekati level Rp. 8.600 per dolar Amerika Serikat, maka hal ini sangat membantu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dari sini pemerintah akan terbantu dengan menguatnya nilai tukar rupiah sehingga APBN tidak tergerus dengan kenaikan harga minya mentah dunia.
Menurut Edwin Sinaga, Indonesia selalu menjadi pasar yang lebih menarik dari pada pasar Asia lainnya. Selain itu, Indonesia juga merupakan pasar potensial untuk mencari untung, karena suku bunganya yang tinggi, aman dan nyaman untuk melakukan suatu usaha. Para investor asing juga mulai melirik Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan dari 6,75 % menjadi 6,5%. Dalam hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara kawasan Asia Tenggara juga akan menjadi tumpuan investasi bagi pihak asing. Selain Indonesia, Korea Selatan juga tidak kalah menariknya bagi sasaran empuk investor. Bagi Edwin Sinaga, investasi-investasi tersebut seharusnya oleh pemerintah digunakan untuk membuka lapangan kerja baru dan tidak hanya bermain di pasar saham dan uang. Jika itu semua terwujud, maka hal ini bisa memberikan nilai tambah bagi negara Indonesia.