Gubernur Surjo memiliki nama lengkap yaitu Raden Mas (RM) Tumenggung Arjo Surjo. Dia lahir di Magetan, Indonesia, pada tanggal 9 Juli 1898. Dia merupakan salah satu pahlawan Indonesia dalam memperjuangkan tanah kelahirannya. Surjo menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur pertama periode 1945-1948. Sebelum menjabat sebagai pimpinan provinsi tersebut, dia telah diangkat menjadi Bupati di Kabupaten Magetan periode 1938-1943.
Surjo mengenyam pendidikan di OSVIA. OSVIA atau Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren adalah sekolah pendidikan bagi calon pegawai-pegawai bumiputra pada zaman Hindia Belanda dan akan mempekerjakan murid-muridnya sebagai pamong praja. Lulusnya dari OSVIA, membuat Surjo harus berpindah-pindah karena telah menjadi seorang polisi pamong praja.
Sebagai pamong praja, Surjo telah banyak mempersembahkan kontribusinya untuk bangsa, salah satunya adalah dengan memperlebar dan mengaspal jalan antara Sarangan dan Magetan yang terkenal sebagai tempat pariwisata dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat setempat karena jalan yang telah diperbaiki tersebut memperlancar lalu lintas perekonomian.
Pada tanggal 26 Oktober 1945, RM Surjo dan komandan pasukan Inggris Brigadir Jenderal (Brigjen) Mallaby membuat perjanjian gencatan senjata di Surabaya. Perjanjian tersebut hanya bertahan 2 hari hingga terjadinya peperangan yang berlangsung selama 3 hari di Surabaya pada tanggal 28-30 Oktober 1945, bahkan hingga meninggalnya Brigjen Mallaby. Kematian salah satu jenderalnya menyulutkan amarah Inggris. Inggris mengancam akan mengultimatum dan menyerang rakyat Surabaya jika mereka tidak mau menyerahkan senjata mereka pada tanggal 9 November 1945. RM Surjo dan rakyat Surabaya menolak dan memilih untuk menentang Inggris demi mempertahankan kedaulatan tanah air. Pada tanggal 10 November 1945, meletuslah perang antara Inggris dan para pahlawan pembela tanah air di Surabaya. Perang tersebut berlangsung selama 3 minggu dan Surabaya menjadi kota mati dengan banyaknya pertumpahan darah.
RM Surjo meninggal setelah mobilnya dihadang oleh pemberontak anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di Hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi. Dia ditelanjangi dan diseret ke tengah hutan dan kemudian dibunuh pada tanggal 10 September 1948.