Hans Bague Jassin atau yang lebih dikenal dengan HB Jassin adalah seorang pengarang, penyunting dan kritikus sastra asal Gorontalo. Ia dijuluki Paus Sastra Indonesia oleh sastrawan Gajus Siagian (alm.). Saat itu berkembang suatu keadaan dimana seseorang dianggap sastrawan yang sah bila HB Jassin sudah 'membaptisnya'. Meski kedengaran berlebihan, namun begitulah adanya.
Jassin menyelesaikan pendidikan dasarnya di Balikpapan, kemudian ikut ayahnya pindah ke Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, dan menyelesaikan pendidikan menengahnya di sana. Pada saat itu ia sudah mulai menulis dan karya-karyanya dimuat di beberapa majalah. Jassin sempat bekerja sukarela di kantor Asisten Residen Gorontalo selama beberapa waktu sampai akhirnya ia menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana untuk bekerja di penerbitan Balai Pustaka tahun 1940. Setelah itu ia menjadi redaktur dan kritikus sastra pada berbagai majalah budaya dan sastra di Indonesia, seperti Pandji Poestaka, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Bahasa dan Budaya, Horison, dll.
Kritik Jassin umumnya bersifat edukatif dan apresiatif, serta lebih mementingkan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra. Beberapa peristiwa dan kontroversi pernah melibatkan Jassin karena kritiknya, salah satunya saat ia membela Chairil Anwar (1956) yang dituduh sebagai plagiat. Ia juga turut menandatangani Manifesto Kebudayaan tahun 1963 yang membuatnya dipecat dari Lembaga Bahasa Departemen P&K dan staf pengajar UI. Demikian pula ketika ia memuat cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin di majalah Sastra tahun 1971. Karena menolak mengungkapkan nama asli pengarang cerpen yang isinya dianggap 'menghina Tuhan', Jassin dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.
Jassin telah menikah tiga kali. Istri pertama, Tientje van Buren, perempuan Indonesia yang suaminya orang Belanda yang disekap Jepang, pisah cerai. Lalu Arsiti, ibu dua anaknya, meninggal pada 1962. Sekitar 10 bulan kemudian, ia menikahi gadis kerabatnya sendiri, Yuliko Willem, yang terpaut usia 26 tahun dengannya dan memberinya dua anak.
Sejarah mencatat, sepanjang hidupnya Jassin telah menumpahkan perhatiannya mendorong kemajuan sastra dan budaya di Indonesia. Berkat ketekunan, ketelitian dan ketelatenannya, ia dikenal sebagai kritisi sastra terkemuka sekaligus dokumentator terlengkap. Kini, kurang dari 30 ribu buku dan majalah sastra, guntingan surat kabar dan catatan-catatan pribadi pengarang yang dihimpunnya tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Jassin meninggal pada usia 83 tahun, hari Sabtu dini hari pada 11 Maret 2000, saat dirawat akibat penyakit stroke yang sudah dideritanya selama bertahun-tahun. Sebagai penghormatan, ia dimakamkan dalam upacara kehormatan militer 'Apel Persada' di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta.