Hari Sabarno menamatkan pendidikan tingkat menengahnya di kota Solo, Jawa Tengah. Purnawirawan TNI yang lahir pada 12 Agustus 1944 ini menjabat sebagai Letnan Jenderal sebelum dinaikkan pangkatnya sebagai Jenderal berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 2004. Kenaikan pangkat Sabarno sempat menuai kontroversi karena dianggap melalui proses yang tidak transparan. Terlebih lagi, pengangkatan perwira lulusan Akademi Militer Magelang ini tidak melalui persetujuan Mabes TNI, melainkan didasari Putusan Presiden No.6 Tahun 1990 yang sudah tidak berlaku.
Sebelum dilantik sebagai Jenderal TNI, sosok Hari Sabarno sudah dikenal luas bukan hanya di kalangan militer, namun juga politik. Pada 2003 silam, perwira tinggi kelahiran kota Solo, Jawa Tengah ini sempat menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Sabarno menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono (kelak Presiden RI ke-6) yang mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Sebelumnya, nama Hari Sabarno juga sudah akrab di telinga petinggi publik sebagai Ketua Fraksi ABRI di DPR periode 1999 - 2004. Jabatan Politik tertinggi yang diampu Sabarno adalah Menteri Dalam Negeri pada masa Kabinet Gotong Royong.
Selama berkarir dalam ranah politik, Hari Sabarno tercatat beberapa kali tersandung kasus korupsi. Pada 2004 - 2005, dia terbukti terlibat kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran pada 22 wilayah di Indonesia yang didalangi Hengky Samuel Daud dan mengakibatkan negara rugi milyaran rupiah. Dalam rangkaian kasus tersebut, Sabarno juga terbukti menerima mobil mewah, merek Volvo senilai lebih kurang 808 juta rupiah, yang diperoleh dari tangan terdakwa lain, Hengky Samuel Daud.
Keterkaitan nama Sabarno dan Samuel Daud juga telah terbukti sebelumnya, pada 17 Februari 2003, terhadap kasus suap sebesar Rp 376 juta untuk pengerjaan mebel di rumah terdakwa yang mengikutsertakan istri Hengky Daud, Ceny Kolondam. Pengembangan kasus tersebut juga membuktikan penerimaan transfer sebesar Rp 99 juta dari Daud ke rekening saksi, Maria Kurniawati Budiman, sebagai bagian pemesanan interior rumah Sabarno yang kemudian menjadi bukti atas tindak korupsi. Atas perbuatan ini, Hari Sabarno dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan pidana denda 150 ribu juta dengan subsider 3 bulan masa kurungan.