Ia adalah seorang tokoh militer, pengamat politik, dan mantan duta besar RI untuk Amerika Serikat dan Thailand serta duta besar keliling untuk Amerika Utara, Karibia, dan Amerika Latin. Meski berpangkat letnan jendral, namun Hasnan Habib lebih banyak dikenal sebagai pemikir dibanding kegiatan di lapangan.
Lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 3 Desember 1927, Hasnan memulai karir militernya saat bergabung dengan tentara militer pada revolusi fisik yang terjadi di Sumatera Timur pada tahun 1945-1950. Dilanjutkan bergabung dengan Akademi MIliter Jogjakarta pada tahun 1945-1956 setelah sebelumnya ia bergabung dengan Infantry Company Officer Cours, Fort Benning, Amerika Serikat pada tahun 1952. Agaknya keseriusan Hasnan dalam mendalami ilmu militer memang sudah bulat. Ia bahkan sering mencari-cari akademi militer serupa yang kiranya dapat meningkatkan kemampuannya dalam berperang di medan perang ataupun medan pikiran.
Mengikuti berbagai pelatihan perang hingga ke luar negeri nyatanya membuat ayah dari empat anak ini kemudian mendirikan sebuah Sekolah Pendidikan Infanteri pada tahun 1955 di Bandung bersama Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo. Bahkan, ilmu yang berhasil diserap dari Infantry Company Officer Cours, Fort Benning, Amerika Serikat pun berhasil ia kembangkan menjadi gagasan-gagasan brilian yang sering kali digunakan untuk membangun kemajuan ABRI/ TNI.
Terlahir dari seorang pendidik membuat kemampuan berpikir suami dari Naida Zastia ini kerap dicondongkan oleh beberapa anggota lain. Bagaimana tidak, ia selalu merancang dan menggagas reorganisasi, konsolidasi, dan integrasi militer Indonesia yang menumbuhkan kekuatan baru di tubuh ABRI/ TNI.
Bercita-cita menumbuhkembangkan ABRI/ TNI menjadi profesional, Hasnan mengakui bahwa cikal bakal birokrat dari ranah militer seperti yang ada kini adalah bermula dari jaman kemerdekaan di mana selain dibutuhkan tenaga pikiran yang praktis, cepat, dan sistematis, juga dibutuhkan kepemimpinan tangan kuat yang biasa dilakukan seorang militer. Sehingga, bukan tidak mungkin ABRI disebut mempunyai peran dwifungsi.
Menjadi seorang intelektual militer, Hasnan mengakui bahwa kiprahnya berawal dari rasa kagumnya pada Kemal Atarurk, pemimpin Turki yang mengobarkan semangat patriotisme untuk membangun sistem pertahanan rakyat.
Dikenal sebagai letjen yang kerap kali berbicara nyeplos, pria yang hobi bermain biola ini mengaku bahwa mengungkapkan apa adanya selama tidak menyangkut kepentingan diri sendiri, maka berkata jujur adalah hal yang wajar dan tak perlu disembunyikan. Tak hanya dikenal dengan 'nyeplosnya', lulusan fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan ini juga dikenal sebagai letjen yang tidak pernah cuti, ia mengaku bahwa bekerja adalah hobinya. Bahkan, ketika ia dinyatakan sakit komplikasi, ia pun nyaris tak merasakan rasa sakitnya hingga ia meninggal pada 17 Februari 2006 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Semasa hidupnya, Hasnan Habib dikenal sebagai sosok intelektual yang cerdas yang kemampuan berpikirnya banyak diandalkan oleh banyak pihak, termasuk presiden Soekarno, Soeharto, dan Habibie. Analisis berpikirnya tak hanya dituangkan melalui pemikiran-pemikiran jenius, tapi juga ia tuliskan dalam bentuk buku. Ketiga bukunya yang berhasil diterbitkan adalah Konsep Strategi Jangka Panjang Indonesia dan Ketahanan Nasional, Wawasan Nusantara. Sedangkan bukunya yang berjudul Politik Pertahanan Keamanan Indonesia sejak Orde Baru hanya diterbitkan di kalangan tertentu dan terbatas.