Belakangan banyak sekali para pelaku tindak pidana korupsi yang berhasil ditangkap di negeri singa. Sebut saja Gayus Tambunan, tersangka pasal berlapis kasus pencucian uang, korupsi, dan penggelapan pajak yang masih sangat muda namun sudah lihai dalam menjalankan aksinya.
Beberapa tersangka lain juga begitu, seperti Nunun Nurbaeti, koruptor yang hobi belanja dan termasuk kaum hedonis yang menggunakan uang hasil korupsinya untuk berbelanja dan banyak lagi contohnya.
Agaknya fenomena penangkapan para koruptor ini dapat ditengarai sebagai salah satu bentuk modus dimana setelah terbukti buron, maka Singapura lah tempat yang dinilai paling aman untuk bersembunyi. Meski hanya seluas 710.2 km2, namun, negara ini sanggup 'menelan' 24 koruptor kelas kakap yang hingga kini belum ketemu rimbanya.
Kabarnya, mereka para koruptor, melarikan diri ke Singapura dengan membawa hasil korupsi untuk ditanam sebagai investasi. Sehingga, berhembus kabar bahwa pemerintah Singapura sengaja 'menelan' pelaku korupsi karena hubungan timbal balik tersebut. Alasan lain bahwa mereka betah dan nyaman tinggal di Singapura adalah karena Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Para koruptor tersebut tercatat bahwa mereka tak hanya menetap, tapi beberapa tersangka kasus korupsi lain sering kali transit dan melanjutkan perjalanan ke negara lain untuk kembali bersembunyi.
Bagi sebagian besar para koruptor, Singapura dinilai nyaman jika tanah air tak lagi aman. Mereka lebih memilih untuk tinggal dan memonitor negara dan para aparatur penegak hukum yang tengah sibuk mencari. Sebut saja Hendra Lee, sekawan seperjuangan dengan Hendra Liem, tersangka kasus Bank Global yang hingga kini tak kunjung ditemukan. Ia terlibat kasus korupsi yang merugikan negara hingga 500 ribu dollar Amerika. Berita terakhir menyebutkan, ia melarikan diri ke Singapura dan kemudian berlanjut ke China.