Hermawan Kartajaya adalah pakar pemasaran dari Indonesia. Dia lahir di Surabaya, 18 November 1947 dari keluarga Tionghoa miskin. Keluarga Hermawan tinggal di sebuah daerah pecinan di ibukota provinsi Jawa Timur itu, tepatnya di Kapasan Gang IV. Ayahnya bekerja sebagai kasir salah satu BUMN. Meski hidup pas-pasan, Hermawan mengenang sang ayah sebagai pribadi yang jujur, bahkan terlalu jujur. Kesulitan hidup sama sekali tak menggodanya untuk mengambil yang bukan haknya.
Ia merupakan seorang penulis dan pembicara ulung di bindang marketing. Pada tahun 2000, Hermawan bersama Philip Kotler menulis "Repositionong Asia: From Bubble to Sustainable Economy". Dalam buku tersebut, mereka menuliskan analisa mengapa krisis Asia tahun 1997 bisa terjadi dan menggarisbawahi apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan untuk keluar dari krisis tersebut.
Karena analisanya, pengetahuan dan strategi berpikirnya yang luar biasa, ia terlihat sangat unggul di antara rekannya. Bahkan salah seorang rekannya yang bernama Al Ries berpendapat bahwa Hermawan adalah pemikir marketing yang unik. Lebih jauh lagi ia mengatakan bahwa Kartajaya merupakan produk yang mengkombinasikan pikiran Barat, hati Asia dan jiwa Indonesia.
Sejak tahun 2002, ia menjabat sebagai Presiden World Marketing Association (WMA) dan oleh The Chartered Institute of Marketing yang berkedudukan di Inggris (CIM-UK) ia dinobatkan sebagai salah satu dari “50 Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing”. Ia juga menjabat sebagai Presiden MarkPlus, Inc., perusahaan konsultan pemasaran yang dirintisnya sejak tahun 1989. Selain aktif menulis buku-buku seputar dunia bisnis dan pemasaran Indonesia maupun internasional, Hermawan juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum di berbagai negara.
Ia dulu mengenyam pendidikan di Universitas Surabaya dan University of Glasgow. Ia merupakan presiden Asosiasi Marketing Dunia. The Chartened Institute of Marketing United Kingdom (CIM-UK) menobatkannya sebagai 50 ahli yang turut membangun wajah marketing di masa depan. Dalam menempuh pendidikan, ia pun juga sempat mengalami hambatan berarti.
Saat ia belajar di Institut Teknologi Sepuluh Novempber, Surabaya, ia sempat dikeluarkan karena masalah ekonomi. Ia memang berasal dari keluarga yang pas-pasan sehingga bisa kuliah saja menurutnya sudah menjadi suatu keberuntungan baginya. Tetapi, semua kesulitan yang pernah ia alami dalam hidupnya itu justru membuatnya bersemangat untuk meraih masa depan yang baik. Beruntungnya, ia pun kini berhasil menjadi ahli marketing yang sarannya dibutuhkan banyak perusahaan dan sangat diandalkan.