Nova Riyanti Yusuf lahir di Palu, Sulawesi Tengah, 27 November 1977. Meski terlahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Nova tidak tumbuh sebagai gadis yang manja, kedua orang tuanya pun tetap mengajarkan kedisiplinan. Wakil Ketua DPR RI, Taufiq Kurniawan melantik politisi partai Demokrat, Nova Riyanti Yusuf menggantikan Nizar Sihab. Nova Riyanti Yusuf dilantik menjadi Wakil Ketua Komisi IX.
Politisi Partai Demokrat Nova Riyanti Yusuf, yang juga merupakan anggota Asian Advisor Group for International Committee of the Red Cross (ICRC)/Komite Palang Merah Internasional (2012-2014) menyatakan, sebagaimana diketahui bersama bahwa RUU Lambang Palang Merah merupakan kelanjutan dari Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang nomor 59 tahun 1958.
Ia menyampaikan Konvensi Jenewa ada tiga lambang kemanusiaan yang diperkenankan, yaitu lambang Palang Merah (Red Cross), lambang Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan lambang Kristal Merah (Red Cristal).
Menurut Noriyu, RUU tersebut sebaiknya mulai memikirkan kemungkinan kemandirian PMI untuk tidak lagi menerima alokasi dari APBN/APBD. Dengan hanya menerima dana dari masyarakat maka akuntabilitas publik akan terjaga.
RUU tersebut juga harus bisa menegaskan bahwa setiap kegiatan PMI harus bebas dari kepentingan suatu suku, golongan, agama, ras, maupun politik mana pun, yang ada hanya kepentingan kemanusiaan. Apapun lambang organisasi kemanusiaan yang akan dipilih oleh Baleg nanti, jangan sampai mematikan organisasi kemanusiaan yang memakai lambang yang lain.
Karena fakta di lapangan saat ini, selain lambang Palang Merah yang digunakan oleh PMI juga ada lambang bulan sabit merah yang digunakan oleh organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang juga telah berbuat banyak dalam memberikan pelayanan kemanusiaan kepada masyarakat.
Politisi cantik yang fokus pada bidang kesehatan ini selalu aktif pada kegiatan-kegiatan sosial. Ia mendukung banyak gerakan yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan, salah satunya kampanye anti rokok. Ia pernah menanggapi sebuah iklan rokok yang tidak ada hubungannya dengan esensi rokok itu sendiri. Iklan itu hanya sebuah strategi untuk membentuk sugesti masyarakat.
Seolah-olah dengan merokok, seseorang bisa berbuat seperti dalam iklan. Mampu melewati segala rintangan di depan mata, atau mampu mengendalikan hewan liar sekalipun.
Atau seolah-olah produsen rokok berusaha menghapus bahaya rokok, dengan membuat iklan yang tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan bahaya rokok.
Namun lebih penting dari itu, Noriyu menilai iklan rokok sebagai upaya produsen, terbebas dari peraturan pemerintah yang melarang promosi rokok.