Pendiri, pemilik, sekaligus Chairman & Chief Executive Officer berbagai perusahaan yang tergabung dalam Grup Sonvaldy ini awalnya adalah karyawan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), di Kuala Tanjung, Asahan, Sumatera Utara. Kemudian, di awal tahun 1980-an Nurdin mundur dari Inalum. Keluar dari Inalum, Dr. Ir. Nurdin Tampubolon menjadi seorang pegawai negeri di Departemen Pertambangan dan Energi Republik Indonesia (Deptamben). Meskipun sempat ditentang oleh keluarga dan sahabatnya, Nurdin memberanikan diri untuk mundur dari posisinya sebagai Kepala Seksi Evaluasi Pembangunan dan Perencanaan Kelistrikan Nasional, Ditjen LPE pada tahun 1988.
Nurdin Tampubolon kemudian mulai membangun bisnis yang berbasis kepada teknologi canggih. Pengalaman hidupnya semasa bekerja di perusahaan-perusahaan asing membuatnya mampu untuk mengembangkan usahanya tersebut.
Di awal tahun 2003, atas saran dan permintaan teman-temannya sesama alumni FT-USU dia mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Utara untuk periode 2003 sampai 2008. Sayangnya, ia gagal terpilih pada pemilukada waktu itu. Namun, tidak berselang lama, karir Nurdin di dunia politik mulai menanjak. Nurdin Tampubolon berhasil menjadi Anggota MPR RI 2003-2004 dan meraih kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumatera Utara periode 2004-2009.
Pada periode 2009-2014, ia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI dari dapil Sumatra Utara I. Di DPR RI, Nurdin dipercayakan oleh Fraksi Partai Hanura untuk duduk di Komisi VI sebagai wakil ketua. Di komisi ini, ia bertanggung jawab membidangi permasalahan Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, dan BUMN.
Pada tahun 2011, Badan Kehormatan DPR RI memberhentikan Nurdin Tampubolon dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR karena adanya laporan mengenai adanya pelanggaran etika. Nurdin disebutkan mempunyai utang terhadap PT Pioner Beton Industri. Tapi partai Hanura menolak keputusan BK tersebut sehingga Nurdin Tampubolon tetap aktif sebagai Anggota DPR sampai saat ini.