Shaifuddin Bahrum lahir di Rappang kabupaten Sidrap pada 11 Oktober 2012. Ia lebih dikenal sebagai penulis artikel sastra, namun sebenarnya juga menulis cerpen dan puisi serta menjadi sutradara teater. Ia juga banyak melakukan penelitian budaya, terutama yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa. Buku-bukunya banyak yang telah terbit, termasuk roman sejarah. Tulisannya pernah dimuat pada Harian Fajar dan Harian Pedoman rakyat.
Ia memulai debutnya pada masa orde baru akan berakhir tahun 1998. Shaifuddin masuk ke komunitas etnis Tionghoa yang masih sangat tertutup pada masa itu di Sulsel. Ia membuka pintu pertemanan dengan Giok, salah satu pemusik andalan etnis Tionghoa saat itu.
Trauma masa lalu, disimpulkan Shaifuddin sebagai pencetus utama adanya tembok pemisah dalam pergumulan pribumi dan non-pribumi. Isu menyesatkan di tahun 1960-an yang menghadirkan klaim bahwa etnis Tionghoa adalah golongan komunis, membuat hilangnya rasa pertemanan. Kejadian pembunuhan dan pemburuan etnis Tionghoa tahun 1960-an itu, kemudian terbawa-bawa. Paham yang salah, membuat semua etnis Tionghoa dibabat habis. Sistem bahkan dibuat untuk membatasi mereka dengan pribumi.
Keakraban Shaifuddin dengan etnis Tionghoa kemudian benar-benar tertanam lebih dalam. Ketika dirinya bertemu dengan Arwan Tjahyadi dan kakak iparnya, Farida Tjahyadi.