Wisran Hadi merupakan budayawan Indonesia asal Padang yang pernah mendapatkan penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai Sastrawan Terbaik Indonesia pada tahun 1991 dan tahun 2000. Nama Hadi sendiri berasal dari singkatan nama orang tuanya, Haji Darwas Idris.
Wisran dibesarkan dalam lingkungan pendidikan agama Islam yang taat. Ayahnya, Haji Darwas Idris, adalah seorang Imam Besar Masjid Muhammadiyah Padang dan juga seorang ahli tafsir terkemuka di Indonesia. Masa kecil Wisran banyak dipengaruhi oleh kesenian Minangkabau tradisional, seperti pertunjukan randai dan kaba-kaba (cerita) rakyat Minangkabau.
Wisran menyelesaikan pendidikan dasar dan sekolah menengah di kota Padang. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI, kini Institut Seni Indonesia) Yogyakarta dan tamat tahun 1969. Pria yang pernah memenangkan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Indonesia yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dari 1976 hingga 1998 ini juga pernah mengikuti International Writing Program di Iowa University Amerika Serikat pada tahun 1977 dan pernah berpartisipasi dalam observasi teater modern Amerika pada tahun 1978 dan teater Jepang pada tahun 1987.
Anak ketiga dari tiga belas bersaudara ini tidak hanya menggeluti dunia lukis dan sastra, tetapi juga memasuki dunia akting dan aktif di berbagai kegiatan kesenian di tingkat daerah dan nasional. Dalam dunia teater, Wisran sempat mendirikan sanggar Teater Bumi pada tahun 1978 di Padang. Sementara hobinya sebagai penulis membuahkan hasil sebagai penulis drama terkemuka di Indonesia yang memiliki ciri khas kedaerahan. Selain menulis, melukis dan mengajar, aktivitas lain yang ia lakukan semasa hidup adalah memberikan makalah pada berbagai seminar, baik di Indonesia maupun di Malaysia.
Semasa hidup, Wisran lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menulis setelah pensiun dari dosen tamu Fakultas Sastra Universitas Andalas dan INS Kayu Tanam. Bersama istrinya yang juga seorang penyair, Upita Agustin, Wisran menjalani hidup berkesenian dan menulis karya sastra.
Hal menarik dari karya-karya ayah dari lima anak ini adalah upayanya dalam menghidupkan kembali tradisi dan mitos lama Minangkabau dan Melayu ke dalam bentuk seni masa kini. Ia berupaya mentransformasikan mitos dan nilai-nilai (lama) Minangkabau dalam bentuk yang baru, seperti cerita lama Minangkabau Malin Kundang dikenal sebagai anak durhaka, tetapi diubah oleh Wisran menjadi anak yang berguna.
Wisran Hadi tutup usia pada 28 Juni 2011 di usianya yang ke 65. Ia meninggal di kediamannya karena serangan jantung.