nusakini.com - Jakarta - Pasca penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasititas ekspor CPO dan turunannya yang tidak memenuhi syarat (fiktif) dengan melibatkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan tiga pengusaha oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Kejagung untuk terus menelusuri berbagai dugaan penyimpangan yang menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak goreng selama ini. 

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman  menyebutkan, di samping laporan yang pernah dilayangkan MAKI terkait dugaan ekspor CPO yang dikamuflase menjadi ekspor sayuran di Kejaksaan Tinggi Jakarta dan penyalagunaan fasilitas ekspor CPO oleh Dirjen Kemendag di Kejagung yang sudah masuk ketahap penyidikan, masih ada beberapa 'pintu' yang diduga dipergunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi di berbagai daerah. 

"Misalnya, di Lampung, ada kasus dugaan ekspor CPO yang dikamuflase dengan limbah. Dengan demikian pihak yang melakukan ekspor tersebut tidak dikenakan bea keluar", kata Boyamin, Jumat (29/3/2022). 

Ada juga pintu lain, lanjut Boyamin, yakni dugaan hilangnya potensi pendapatan negara dari dari sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari ekspor CPO. 

"Walau masih diperdebatkan, tapi saya minta Kejagung mengkaji apakah PPN yang tidak dikenakan pada CPO itu mengidikasikan adanya dugaan korupsi atau tidak", ujarnya. 

Di samping itu, kata Boyamin, adanya dugaan pungutan dana sawit yang dikelola oleh pemerintah yakni Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diduga dipakai untuk sesuatu yang tidak benar. 

"Ini sumbernya Pak Masinton. Saya sudah diberi datanya dan sudah saya serahkan ke Kejagung untuk dibuka. Dana pungutan sawit itukan sebagiannya disubsidi ke perusahaan swasta pengelola CPO untuk diolah lagi menjadi bio solar. Dugaannya, dana-dana ini dipakai secara benar dan tidak dipertanggungjawabkan secara benar. Dengan kata lain dijadikaan bancakan", katanya. 

Jadi, kata Boyamin, pintu dugaan penyimpangan masih banyak. "Satu pintu saja yang terbuka sudah mengandung potensi ke mana-mana, apalagi ini banyak pintu yang bisa ditelurusi lebih jauh.

"Ada juga beberapa pengusaha yang memperoleh izin alih fungsi hutan untuk ditanami sawit. Tapi setelah memperoleh izin Hak Guna Usaha (HGU) ternyata hanya dipakai untuk jaminan meminjam di bank. Kemudian macet dan uangnya dilarikan ke luar neger. Jadi lahan yang pertuntukannya untuk perkebunan sawit kemudian terlantar. Dugaan potensi korupsi bisa terjadi di sana. Apalagi bila yang kredit macet itu adalah BUMN", jelasnya

Terkait penyidikan yang telah dilakukan Kejagung, Boyamin mengatakan menghormati proses hukum yang telah dilakukan Kejagung. 

"Bahkan kami mendukung dan mendorong Kejagung untuk terus membongkar kasus-kasus penyimpangan terkait CPO dan segala turunannya", pungkas Boyamin. (*)